Tuesday, November 08, 2005

Teroris Freelance

http://www.tempointeraktif.com/hg/mbmtempo/arsip/2005/10/24/NAS/mbm.20051024.nas1.id.html
(link ini meminta kode registrasi kita terlebih dahulu)

Simpul-simpul Teroris Freelance
Tersangka teroris Abdullah Sonata diminta mengenali tiga pelaku Bom
Bali II. Belum ada titik terang kaitan kelompoknya dengan Jamaah
Islamiyah.


Abdullah Sonata seharusnya bakal memetik kebahagiaan pada akhir Juli
silam. Waktu itu, istri tercintanya hendak melahirkan anak mereka di
Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta. Sonata sudah siaga menungguinya.
Namun, saat itu pulalah polisi mendekati dan langsung meringkusnya.
Alih-alih bakal menggendong bayinya, Sonata justru digelandang ke
ruang tahanan Polda Metro Jaya.


Tuduhan yang ditimpakan kepadanya lumayan bikin giris. Pemuda 27
tahun itu dituduh menyembunyikan informasi mengenai Noordin M. Top
dan menyimpan dua pucuk senjata api. Noordin M. Top dan Dr Azahari
adalah dua tersangka nomor wahid pelbagai kasus pengeboman di Tanah
Air.


Belum cukup. Sonata juga dituding melakukan pengiriman para pemuda
ke Filipina untuk pelatihan militer atas pesanan Umar Patek alias
Daud. Nama terakhir ini, bersama Dul Matin, adalah buron kelas kakap
dalam kasus Bom Bali I. "Sonata memang mengakui telah mengirimkan
orang-orangnya berlatih militer ke Filipina," kata Muanas dari Tim
Pengacara Muslim. Sonata sendiri, dia melanjutkan, tak pernah
menyetujui aksi bom bunuh diri.


Siapakah Sonata sebenarnya—sehingga namanya kini menyeruak ke
permukaan di tengah upaya polisi mengungkap petaka Bom Bali II?
Polisi membawa warga Cipayung, Jakarta Timur, itu ke Bali untuk
mengenali tiga pelaku bom bunuh diri yang beraksi pada awal Oktober
lalu. Tak jelas apakah ini untuk menguji dugaan bahwa pelaku
pengeboman adalah teroris generasi baru seperti sudah dilansir
sebelumnya. Hanya saja Muanas memastikan bahwa Sonata menyatakan tak
mengenal tiga orang tersebut.


Tak mudah tampaknya bagi aparat untuk mengaitkan Sonata dengan
kelompok yang disebut Jamaah Islamiyah (JI). Dari berkas
pemeriksaan, terlihat satu-satunya yang menghubungkan keduanya
hanyalah dua nama, yakni Umar Patek dan Dul Matin. Kedua "veteran"
Bom Bali I yang kini berada di Filipina itu pernah meminta Sonata
mengirim pemuda guna dilatih kemiliteran di sana. Kepada dua orang
itu pula Sonata mengirimkan sejumlah uang dan handycam.


Sonata juga diketahui pernah berhubungan dengan Noordin M. Top, tapi
tak lama. Ia memilih segera memutuskan hubungan sebab Sonata tak
setuju dengan aksi bom bunuh diri yang selama ini dirancang Noordin
dan Azahari. "Pemutusan hubungan itu dilakukan sebelum Bom Kuningan
terjadi," kata Muanas.


Menurut kalangan eks aktivis JI yang ditemui Tempo, Sonata memang
tak pernah jadi anggota kelompok itu. Namun, dalam berbagai operasi,
Sonata diketahui menjalin hubungan dengan orang-orang eks
JI. "Hubungan itu berdasarkan kontak pribadi, namun tidak secara
organisatoris," katanya.


Dia menerangkan, sendi-sendi organisasi memang sudah runtuh begitu
Amir JI Abdullah Sungkar meninggal dunia. Apalagi setelah itu
terjadi penangkapan besar-besaran aktivis JI. Pada saat itulah
muncul kelompok-kelompok kecil yang dibangun melalui hubungan
antarindividu. "Ini yang saya maksud mujahidin freelance," kata
sumber tersebut pekan lalu. Kelompok Sonata masuk dalam kategori ini.


Sonata tampaknya figur yang berpengaruh di kalangan mujahid
takterikat itu. Terbukti dalam kisaran lima tahun dia sudah berhasil
membangun kelompok sendiri. Jalur yang dia gunakan adalah dengan
merekrut anak muda yang pernah menceburkan diri dalam konflik
horizontal di Ambon dan Poso.


Dalam dokumen pemeriksaan terungkap bahwa kebanyakan anak muda itu
dikirim ke wilayah konflik oleh sebuah organisasi penanggulangan
krisis yang berbasis di Solo, Jawa Tengah. Sonata adalah perwakilan
organisasi tersebut yang beroperasi di Ambon. Sepanjang 1999 hingga
2004, dia bolak-balik Jakarta-Solo-Ambon untuk melakukan kegiatan
sosial-kemanusiaan di sana. Ia aktif di organisasi itu menyambut
ajakan tokoh yang dikenal sebagai Aris Munandar (Abu Miqdat).


Di sepanjang era itulah dia berhasil merekrut, antara lain, Muhammad
Yusuf Faiz, Purnama Putra (Ipung), Iqbal Husiani (Ramli), dan Dhany
Candra (Yusuf). Dengan beberapa dari mereka, Sonata sudah menjalin
pertemanan sejak sebelum era konflik di Ambon. Ramli, misalnya,
sudah didekatinya sejak ia memberikan pengajian di sebuah masjid
kawasan Cipayung pada 2001.


Beberapa nama lain, seperti Ipung, dikenalnya di Solo ketika dia
mengunjungi kantor organisasi yang dipimpin Aris Munandar pada 1999.
Dengan Aris yang jebolan UGM dia semakin dekat terutama ketika
berangkat ke Ambon pada 2002. Ipung sendiri bergabung dengan Aris
Munandar sejak 1999 dengan mengikuti pengajiannya setiap Kamis. Hal
serupa terjadi pada Faiz yang dikenalnya sejak 2002 di Solo. Mereka
juga semakin dekat ketika menggelar kegiatan kemanusiaan di Ambon
pada 2002


Adapun Dhany Chandra sudah dikenalnya sejak di Ambon pada 1999. Saat
itu Dhany ke Ambon atas perintah Aris Munandar dengan membawa
bantuan sosial dan kemanusiaan. Sebelumnya, Dhany sudah belajar ilmu
agama pada Aris sejak 1999.


Dalam berkas pemeriksaan disebutkan bahwa kebijakan resmi organisasi
adalah melakukan kegiatan kemanusiaan dengan membantu kaum muslimin
Ambon. Apabila ada yang menceburkan diri langsung ikut dalam
pertempuran, hal itu di luar garis organisasi.


Garis di luar organisasi itulah tampaknya yang kemudian dilakoni
Sonata dengan memerintahkan anggotanya berlatih militer. Ipung
dimintanya berlatih di Pulau Buru dengan instruktur Zubair (nama
samaran Dr Azahari) dan Aiman (Noordin M. Top). Sedangkan Ramli
diperintahkan berlatih di Pulau Seram. Salah satu materi pelatihan
adalah membuat rangkaian bom.


Ketika periode Ambon berakhir, kontak antarpersonel tersebut masih
terjalin, meski organisasi yang dipimpin Aris sudah bubar pada 2002.
Sejak itu pula keberadaan Aris tak diketahui sama sekali. Konfirmasi
kepadanya tak bisa dilakukan. Walau demikian, Sonata tetap menjadi
figur yang disegani dalam kelompok ini. Berbagai kegiatan melibatkan
dirinya pada posisi yang menentukan, misalnya ketika ia
memerintahkan Ramli melakukan pembunuhan terhadap aktivis Jaringan
Islam Liberal (JIL), Ulil Abshar Abdalla, pada 2004. Ulil dijadikan
target setelah muncul fatwa mati dari ulama Jawa Barat. Aksi
tersebut kemudian mereka batalkan (lihat tempo 17-23 Oktober 2005).


Sonata juga mengirim beberapa pemuda ke Filipina untuk pelatihan
militer dan bergabung pada Moro Islamic Liberation Front (MILF),
gerakan bersenjata menentang pemerintah Filipina di Mindanao
Selatan. Berkaitan dengan program inilah Faiz kemudian tertangkap di
Zamboanga, Desember 2004. Sebenarnya, ini kedatangan Faiz yang
kedua, karena pada 2003 ia sudah pernah bergabung dengan MILF
bersama 15 orang lainnya asal Indonesia—dua di antaranya adalah Umar
Patek dan Dul Matin.


Kepada polisi, Sonata mengaku mengirimkan 10 kader ke Filipina atas
permintaan Umar Patek. Pengakuan itu diungkapkan asisten juru bicara
Mabes Polri, Komisaris Besar Polisi Saut Usman Nasution, kepada
wartawan, dua bulan silam.


Kelompok Sonata kemudian benar-benar rubuh ketika polisi mengendus
aksi mereka pada Desember 2004. Ketika itu polisi berhasil menangkap
Dhany Chandra yang menyimpan empat bom rakitan di kediamannya di
Wonogiri. Bom tersebut dirakit oleh Ramli dan diantarkan ke Wonogiri
oleh Faiz dan Ipung. Dalam berkas pemeriksaan Ipung terungkap bahwa
bom selanjutnya akan diserahkan kepada Sonata. Namun, mereka tak
tahu waktu dan tempat peledakan. Sejak itulah satu per satu anggota
kelompok Sonata "dipetik" aparat keamanan.


Sumber Tempo di kepolisian menyebutkan, kasus ini langsung ditangani
Mabes Polri, namun mereka ditahan di Polda Metro Jaya. Kepala Divisi
Hubungan Masyarakat Mabes Polri Irjen Pol. Aryanto Boedihardjo
menolak menjawab ketika dimintai penjelasan perihal kemajuan kasus
Sonata. "Ini bukan kasus yang murni ditangani Mabes Polri," katanya
kepada Mawar Kusuma dari Tempo.


Hampir dipastikan belum ada titik terang yang menunjukkan kaitan
kelompok Sonata dengan Bom Bali II. Apalagi, Kapolda Jawa Tengah,
Inspektur Jenderal Polisi Chaerul Rasjid, menyatakan bahwa sesuai
dengan data intelijen, pelaku Bom Bali II adalah para mantan pecandu
narkotik, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Tak jelas apakah
Chaerul serius dengan kisahnya ini atau hanya upaya untuk
mengalihkan perhatian publik. Katanya, "Data ini akan kita
tajamkan." Ia juga menegaskan bahwa rekrutmen dilakukan di luar Jawa
Tengah, "Meski pembinaannya dilakukan di Jateng."


Tulus Wijanarko, Maria Ulfa, Imron Rosyid (Solo), Sohirin (Semarang)



---------------------------------------------------------------------
-----------

Kenapa Disebut Mujahid Freelance?

Mujahid freelance adalah sebutan yang diberikan mantan aktivis
Jamaah Islamiyah terhadap kelompok-kelompok kecil yang tidak terlalu
ketat struktur organisasinya.


Kelompok kecil tersebut dibangun melalui hubungan personal setelah
penangkapan besar-besaran terhadap tokoh Jamaah Islamiyah (JI).
Kelompok kecil itu juga berhubungan dengan kelompok atau individu
lain, tetapi tidak mengikat. Salah satu kelompok yang cukup disegani
adalah yang dipimpin Abdullah Sonata.


Kelompok semacam ini muncul karena mereka berpendapat bahwa Jamaah
tidak diperlukan, dan berjihad tidak perlu ikut Jamaah. "Siapa pun
yang ingin berjihad dapat bergabung bersama," kata sumber Tempo dari
kalangan eks JI. Kelompok ini tidak menyetujui aksi bom bunuh diri.
Kini kelompok Abdullah Sonata (total ada 13) sudah diringkus polisi
sejak Juli 2005. Sonata dituduh melakukan pengiriman orang ke
Filipina untuk pelatihan militer. Selain itu, kelompok ini juga
dituduh menyembunyikan informasi mengenai Noordin M. Top, serta
menyimpan bom rakitan.


Siapa Mereka?
Inilah empat orang di antara belasan lainnya yang memiliki hubungan
dengan Abdullah Sonata.


Abdullah Sonata (27 tahun)


Tamatan STM dan mengajar di sebuah TPA di Jakarta Timur (1999).

Ikut berjihad di Ambon (1999-2003).

Pengurus sebuah organisasi penanggulangan krisis (2000-2003).

Mengajar pengajian di Cipayung, Jakarta Timur (2003)


Sonata ditahan polisi karena dituding mengirimkan sejumlah pemuda ke
Filipina untuk berlatih militer. Pengiriman itu berdasar pesanan
Umar Patek, buron bom Bali I.


Purnama Putra alias Usman alias Ipung (24 tahun)


Jebolan UGM.

Berangkat ke Ambon (2000).

Atas perintah Sonata belajar kemiliteran di Pulau Buru, termasuk
merakit bom standar


Mengaku pernah 12 kali bertemu Noordin M. Top, termasuk dua kali
sebelum peledakan bom di Kuningan. Pada Desember 2004 menitipkan
empat kotak rangkaian bom kepada Dhany Chandra. Menurut rencana,
rangkaian bom itu akan diserahkan ke Sonata.


Iqbal Husaini alias Ramly (24 tahun)


Bekerja berpindah-pindah di berbagai tempat (1999-2000).

Bekerja di sebuah aorganisasi penanggulangan krisis (2001).

Berangkat ke Filipina membawa titipan uang dan kamera genggam untuk
diserahkan ke Umar Patek dan Dulmatin.

Mendapat perintah dari Sonata untuk menindaklanjuti fatwa mati yang
ditimpakan kepada aktivis JIL, Ulil Abshar Abdalla (2004), tapi misi
tidak diteruskan.


Mengenal Sonata pertama kali pada 2000 ketika mengikuti pengajian di
sebuah masjid di Cipayung. Sonata adalah pemberi kajian dalam
kesempatan itu. Setahun kemudian mereka berangkat bersama ke Ambon.
Lalu dikirim ke Pulau Seram Barat, Maluku, untuk mengikuti latihan
kemiliteran, mulai dari bongkar pasang senjata M-16 sampai merakit
bom dengan bahan KCLO3, sulfur, TNT, dan detonator. Lalu dia
merangkai empat bom (2004) atas permintaan Ipung.


M. Saifudin alias Muhammad Yusuf Faiz


Bergabung dengan MILF bersama Umar Patek, Dulmatin, dan lainnya
(2003).

Setelah peledakan bom Kuningan pernah bertemu dua kali dengan
Noordin M. Top di Pemalang dan Karanganyar (2004). Saat itu dia
diminta mencarikan tempat persembunyian dan juga merekrut orang
lewat dakwah


Faiz ditangkap pemerintah Filipina pada 12 Desember 2004 di
Zamboanga ketika baru turun dari kapal. Ia ke Filipina diperintah
oleh Sonata dengan membawa uang US$ 21 ribu guna diserahkan ke
Dulmatin. Uang tersebut dimaksudkan untuk membeli senjata.

No comments: