Saturday, November 19, 2005


http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0511/18/muda/2221122.htm

Muda
Jumat, 18 November 2005

Film Harry Potter
Kolaborasi Model dan Rekayasa Komputer

Warner Bros merilis film keempat petualangan penyihir remaja, Harry Potter and The
Goblet of Fire. Di Indonesia sendiri film ini sudah mulai tayang tanggal 16
November lalu.

Kata magis memang enggak bisa lepas dari dunia Harry Potter. Ini bahkan dimulai
jauh sebelum kita bisa melihat aksi Harry Potter di layar lebar. Bagi sebagian
besar orang yang mengenal Harry Potter lewat buku, keajaiban ini dimulai ketika
mereka membuka halaman demi halaman buku Harry Potter and The Philosopher’s Stone
(Harry Potter and The Sorcerer’s Stone dalam versi Amerika-nya atau Harry Potter
dan Batu Bertuah dalam buku versi terjemahan bahasa Indonesia terbitan Gramedia
Pustaka Utama).

Di bab awal ketika Harry diajak keluarga Dursley ke kebun binatang dan sampai di
kandang ular boa raksasa, tiba-tiba saja, Harry bisa berbicara dengan si ular yang
ternyata lahir dan besar di kebun binatang itu. Dudley, sepupu Harry yang
menyebalkan itu, melihat kejadian luar biasa ini dan menyikut Harry sampai jatuh.
Kejadian berikutnya enggak kalah bikin kaget. Kaca penutup kandang menghilang dan
si ular boa itu pun berhasil kabur sambil berterima kasih ke Harry.

Keajaiban-keajaiban berikutnya sungguh bikin kita tercengang. Hujan surat dari
Hogwarts, kedatangan Hagrid, The Leaky Cauldron, peron 9 ¾, Hogwarts, olahraga
quidditch, pelajaran sihir, binatang ajaib, lukisan hidup, dan… daftar ini bakal
sangat panjang kalau diteruskan. Fantasi JK Rowling menciptakan dunia magis Harry
Potter ini memang bikin kita tercengang.

Ketika cerita ini dibeli haknya untuk dijadikan film oleh studio Warner Bros adalah
tantangan terbesar bagi produser Inggris David Heyman untuk bisa mewujudkan fantasi
magis Harry Potter ke dalam bentuk visual. Diperlukan tim efek khusus ekstra
canggih dan solid untuk bisa membuat Harry terbang dengan sapu Nimbus 2000-nya,
menciptakan Fluffy si anjing raksasa berkepala tiga, merancang desain asrama
Hogwarts dengan ornamen tangga berputar dan lukisan hidupnya, serta sejuta adegan
ajaib lainnya.

Setelah penunjukan Chris Columbus sebagai sutradara, dimulailah proyek mewujudkan
mimpi ini.

Kombinasi Efek

Usaha David Heyman dan Chris Columbus ini bisa dibilang ekstra keras. Mereka
membagi tim efek khusus ke dalam beberapa subbagian, seperti efek mekanis, efek
visual, efek miniatur, efek CGI (computer-generated imagery), dan puluhan subbagian
lain dengan tugas yang sudah sangat spesifik.

Masih ingat adegan ketika Harry dan teman-temannya pertama kali datang ke Hogwarts
dan melihat tangga-tangga yang berputar ke sana-kemari? Sesungguhnya, cuma ada satu
set tangga yang dibuat dengan ukuran sebenarnya. Tangga yang dipakai untuk sejumlah
adegan close-up ini dijalankan dengan penggerak hidraulis dan ditopang oleh dua
pilar yang dilapisi blue-screen sehingga tidak tampak di kamera.

Untuk keperluan wide-view, kru menyiapkan variasi antara set yang dibuat secara
miniatur dan digital. Selanjutnya tinggal strategi mengambil adegan sambung-
menyambung. Awalnya dengan set sungguhan, lalu ke set miniatur lalu ke set tiga
dimensi (3D). Semua perpindahan ini dibuat dengan cara sehalus mungkin sehingga
mata kita enggak bisa membedakan.

Pertandingan Quidditch termasuk tantangan paling besar di film pertama. Stadion
Quidditch enggak dibuat sungguhan lho. Tapi, dengan teknologi tiga dimensi.
Sebelumnya, tim menyiapkan sekitar seribu pelat berisi gambar diam dan bergerak
lapangan hijau terbuka yang diambil di sebuah dataran di Skotlandia sebagai latar
belakang daerah sekitar stadion. Pelat-pelat inilah yang di komputer diisi gambar-
gambar 3D seperti menara penonton, dinding stadion, tiang gawang, sampai pemain.
Pemain yang diambil dari jauh dibuat dalam versi 3D, sementara untuk adegan close-
up, setiap pemain syuting dengan latar belakang blue-screen. Oh iya, untuk menambah
efek terbang, di bagian belakang sapu terbang pemain ada mesin jet kecil untuk
meniupkan udara ke jubah pengendaranya.

Bentuk Sungguhan

Teknik yang digunakan di film kedua, Harry Potter and the Chamber of Secrets, juga
enggak jauh beda. Ada tiga fenomena yang layak diberi perhatian khusus, yaitu Dobby
si peri rumah, laba-laba raksasa, dan ular raksasa menjelang akhir film. Untuk
membuat Dobby, awalnya dibuat dua model sosok Dobby sungguhan dengan dua karakter
yang berbeda. Yang pertama adalah model berwarna putih, yang berguna sebagai
patokan untuk gambar versi digitalnya. Model ini lebih menitikberatkan ke struktur
tubuh, tulang, dan otot Dobby. Jadi, berbagai posisi Dobby saat bergerak sangat
bergantung pada model ini. Saat ia berlutut, misalnya, bakal dilihat otot mana yang
tertarik atau bagian tubuh mana yang tertekan.

Model yang kedua adalah Dobby yang jadi patokan warna dan ciri khas tekstur kulit
Dobby. Kru juga bisa memperkirakan gradasi warna dan tekstur kulit ketika tertimpa
cahaya melalui model contoh ini. Biarpun demikian, dua model ini cuma patokan.
Semua adegan Dobby di film adalah murni hasil rekayasa komputer. Jadi, Daniel
Radcliffe tak berinteraksi dengan siapa pun saat syuting adegan bareng Dobby. Kru
hanya menentukan posisi titik tertentu seakan-akan itu adalah mata Dobby yang harus
dipandangi Daniel.

Untuk adegan laba-laba raksasa di Hutan Terlarang, tim efek membuat animatronik
alias binatang dengan ukuran asli yang bisa bergerak dengan mesin di dalamnya.
Untuk membuat Aragog si laba-laba yang punya panjang badan 3 meter, jangkauan kaki
sepanjang 3,4 meter, dan berat total mencapai 750 kg ini dibutuhkan kru sebanyak 97
orang. Bagian kaki yang telah diberi mesin penggerak enggak menjamin laba-laba ini
bisa menggerakkan tubuhnya secara keseluruhan. Itulah ketika take adegan ada bagian-
bagian Aragog yang didorong manusia supaya bisa bergerak.

Adegan Harry bertarung melawan ular basilisk adalah adegan klimaks yang ekstra
penting. Makanya, niat awal untuk membuat basilisk dengan teknologi CG jadi berubah
total. Dibuatlah animatronik ular basilisk sepanjang 10 meter. Kepala ular ini bisa
naik, turun, maju, dan mundur dengan mesin di dalamnya. Begitu pula di bagian mata,
mulut dan giginya dimasukkan mesin penggerak supaya bisa menambah kesan hidup
makhluk menyeramkan ini. Seperti biasa, animatronik ini berguna untuk adegan-adegan
close-up, sedangkan untuk wide-view digunakan teknologi komputer.

Modifikasi Bus

Memasuki film ketiga, Harry Potter and The Prisoner of Azkaban, giliran sutradara
Meksiko Alfonso Cuaron yang mengambil alih. Film ini juga banjir spesial efek.
Salah satunya adalah Knight Bus, yaitu bus ajaib yang membawa Harry dari Privet
Drive ke The Leaky Cauldron. Bus ini digambarkan sebagai bus bertingkat tiga
lengkap dengan deretan tempat tidur di dalamnya dan punya kekuatan dan manuver yang
sangat fleksibel. Untuk shoot bagian dalam bus, semuanya berlangsung di dalam
studio berlatar belakang blue-screen.

Adapun untuk shoot bus bagian luar, bus ini dibuat sungguhan yaitu dengan
menggunakan sebuah bus double-decker khas London dan menambah tingkat ketiga dengan
memotong bagian atas double-decker yang lain. Dengan tinggi 6,6 meter, bus ini
jelas enggak bisa melewati area-area tertentu di Inggris, yang rata-rata cuma bisa
dilewati kendaraan setinggi 4,2 meter. Alhasil, mesti disiapkan tim untuk merakit
dan membongkar bus ini secara cepat apabila ada syuting di lokasi yang beda-beda.

Makhluk ajaib yang penting di film ketiga ini adalah Hippogriff, yaitu hewan
setengah kuda dan setengah burung elang. Diciptakan tiga animatronik Hippogriff ini
dengan posisi-posisi berdiri, terbang, dan berbaring. Enggak lupa 30.000 lembar
bulu untuk setiap Hippogriff-nya. Tapi di antara tiga ini, hanya satu yang dipakai
secara visual, yaitu Hippogriff yang berbaring. Dua model lainnya dipakai sebagai
patokan untuk menciptakan gerakan-gerakan Hippogriff melalui teknologi komputer
seperti kasus Dobby di atas.

Naga Terbang

Harry Potter and The Goblet of Fire, sekali lagi dipenuhi efek- efek khusus hasil
kerja tim David Heyman—yang kali ini menggandeng sutradara Inggris, Mike Newell.
Yang paling menarik perhatian jelas tiga tugas yang harus dilalui Harry Potter
dalam turnamen Triwizards. Tim efek menemukan kesenangan sendiri dalam
mempersiapkan adegan Harry Potter yang harus berduel dengan naga Ekor Berduri
Hongaria dalam tugas pertamanya. Sekali lagi, mereka membuat animatronik naga
berukuran 12 meter yang dilengkapi penyembur api sungguhan yang bisa menjangkau
jarak 9 meter.

Namun, naga animatronik ini enggak digunakan di setiap adegannya. Di adegan kejar-
kejaran, misalnya, lebih banyak memakai teknik CGI lagi. Saking asyiknya
bereksperimen, akhirnya adegan naga ini dibuat jauh melebihi yang ada di buku.
Kalau di buku, Harry cuma berlari ke sana-kemari untuk menarik perhatian si naga
dari telurnya, di film dibuat si naga mengejar-ngejar Harry sampai keluar arena,
naik turun pegunungan dan melintasi pilar jembatan. Setting tempat untuk adegan ini,
yang mengambil dua lokasi di studio Leavesden, pun diakui sebagai setting paling
luas selama film Harry Potter dibuat. Pokoknya mereka enggak rela naga yang sudah
mereka siapkan dengan serius itu cuma nongol sebentar, he-he-he...!

Tugas kedua di turnamen Triwizards perlu persiapan berbulan-bulan. Kali ini
menyangkut dunia bawah air. Harry dan para peserta Triwizards harus menyelamatkan
orang terdekat mereka di dalam The Black Lake, yaitu danau tua yang dipenuhi
makhluk-makhluk mistis. Semua makhluk mistis di danau ini dibuat dengan teknologi
CGI yang ditambahkan sesudah adegan di dalam tangki selesai diambil.

Tangki ini sendiri perlu persiapan selama tiga bulan, didaulat sebagai tangki
terbesar di Eropa yang pernah digunakan untuk syuting film. Ukurannya 18 meter
persegi dengan kedalaman enam meter.

Untuk adegan ini, Daniel Radcliffe belajar scuba diving selama enam bulan, bermula
di kolam renang sampai berangsur ke kolam berukuran lebih besar sampai ke tank yang
dijadikan tempat syuting.

Tantangan terbesar bagi Daniel adalah menyelam sambil berakting. Satu hal yang
harus aku ingat adalah Harry itu bernapas dengan insang. Jadi dia bernapas normal
seperti ikan dan enggak boleh mengeluarkan gelembung, kata Daniel. Selama tiga
minggu syuting adegan, total Daniel menghabiskan 41 jam dan 38 menit di bawah air.

Di tantangan terakhir, Harry, Cedric, dan Viktor harus berupaya menemukan Piala
Triwizards di dalam maze atau labirin raksasa yang sangat rumit. Menghadirkan
labirin berkabut yang hidup ini dianggap suatu proyek sulit bagi kru Harry Potter
and The Goblet of Fire. Soalnya, beda dari cerita di bukunya yang dipenuhi oleh
makhluk- makhluk ganas, labirin di film ini ditampilkan kosong, tapi punya kekuatan
horor yang bisa menyedot keberanian orang yang memasukinya. Meskipun sebagian besar
adegan labirin ini direkayasa di komputer, tetap saja tim harus membuat labirin asli
berukuran 10 meter persegi yang bisa membuka, menutup dan mencengkeram manusia.
Labirin ini digerakkan pompa hidraulis yang pengoperasiannya dikendalikan oleh
komputer.

Dengan budget sebesar 140 juta dollar AS (sekitar Rp 1,4 triliun), bisa
diperkirakan film ini akan dibanjiri penonton. Buat penggemar bukunya, bisa
langsung mengetes apakah efek yang disajikan sesuai dengan imajinasi kita waktu
membaca bukunya. Buat nonpembaca, jangan takut! Biarpun mungkin enggak begitu
memahami alur ceritanya, film ini tetap layak buat ditonton!

MARTI Tim Muda

No comments: