Saturday, November 12, 2005

Perburuan Detasemen 88 "Itu Bom, Pak! Siap Meledak!"

BERITA UTAMA Sabtu, 12 November 2005
'Itu Bom, Pak, Siap Ledak!'
Perburuan Detasemen 88

JALAN raya pantai utara Jawa Tengah pagi itu sudah agak ramai. Sebuah mobil meliuk-liuk, agak terburu-buru memasuki wilayah Semarang, meninggalkan wilayah Kabupaten Demak. Di belakang mobil itu, ada dua mobil Kijang yang terus menguntit. Dua penumpang mobil yang paling depan rupanya tidak mengetahui bahwa mereka dibuntuti sejak keluar dari Vila Nova di Jalan Flamboyan, Batu, Jawa Timur.

Dua orang yang ada di mobil paling depan adalah Yahya Cholil alias Antoni dan Anif, sedangkan dua mobil yang mengikuti adalah Detasemen 88.

"Sebelas anak buah saya memang sudah sebulan mengintai vila itu. Pagi-pagi sekali dua orang dengan ransel di punggung keluar mengendarai mobil. Ternyata menuju Semarang, Jawa Tengah," tutur salah seorang pejabat Detasemen 88.

Ketika memasuki wilayah Semarang, mobil yang dikemudikan Cholil berhenti. Bertemulah mereka dengan seseorang yang ternyata Noordin M Top. Saat itulah 12 orang pasukan Detasemen 88 berhamburan dari dua mobil, menyergap mereka. Tiba-tiba, "Dor! Dor! Dor!" Orang yang ditengarai sebagai Noordin itu menembak lebih dahulu. Anggota detasemen pun tidak kalah gesitnya. Terjadilah tembak-menembak di tempat terbuka di pinggir jalan.

Karena melihat posisi tidak imbang, Noordin menodong seorang pengendara motor dan memaksanya tancap gas. Begitu cepat laju motor itu sehingga sulit dikejar. "Jago juga Noordin menembak. Untung kami tidak ada yang terkena," tutur salah seorang anggota detasemen.

Kedua orang itu ditangkap dan dimasukkan ke mobil detasemen dengan ditemani enam anggota. Saat melihat dua ransel tersebut, salah seorang petugas bertanya, "Ini apaan?" Dengan enteng Cholil menjawab, "Itu baju."

"Masa baju berat begini," kata petugas yang dengan refleks mengangkat ransel itu. "Coba dibuka!" kata petugas yang duduk di jok depan. "Iya, masa baju berat begini. Kamu jangan bohong, ya," sahut petugas yang duduk di jok belakang seraya mengangkat kedua ransel itu.

Ransel dibuka. Sebelum para petugas yang serentak melongok ransel itu berkata-kata, Cholil menyela, "Itu bom, Pak, siap ledak!"

Mobil yang sudah mulai berjalan itu pun berhenti dan semua penumpang berhamburan keluar. Tak terkecuali Cholil dan Anif. Beruntung, para petugas sadar. Mereka memegangi Cholil dan Anif agar tidak kabur.

Menurut Cholil, mereka berdua pagi itu memang diutus Dr Azahari untuk mengirim paket bom ke Noordin untuk diledakkan di Semarang.

"Cholil adalah anak didik Dr Azahari," tuturnya. "Dia sudah pandai membuat sirkuit bom. Ia belajar lima bulan belakangan sejak Cholil tidak pulang ke rumah ibunya di Blimbing, Malang."

Cholil yang juga mengaku bernama Antoni adalah seorang sarjana teknik bangunan. "Namun, dengan cepat bisa menguasai teknik membuat sirkuit," lanjut petugas itu. "Sedangkan Anif adalah pebisnis telepon seluler yang mulai direkrut Azahari. Tugasnya baru sebatas menjadi kurir."

Petugas pun balik ke Vila Nova. Sekitar pukul 13.00, 11 keluarga di sekitar vila itu diungsikan. Setelah itu, Detasemen 88 dibantu Satgas Polri melakukan penyergapan. (San/BN/X-4)

No comments: