Saturday, October 08, 2005

Tajuk Rencana Kompas: "Korupasi Sudah Masuk MA" & "Dunia Tanggapi Flu Burung"

KOMPAS -- Opini | Sabtu, 08 Oktober 2005

TAJUK RENCANA

Korupsi Sudah Masuk MA

Isu yang satu ini sebenarnya bukanlah barang baru. Kalau sekarang isu korupsi di Mahkamah Agung diangkat ke permukaan, itu karena faktanya terlalu nyata.

Uang yang ditemukan dan disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ketika menggerebek transaksi sebuah perkara di Gedung Mahkamah Agung sangatlah mencengangkan. Di sana ada uang tunai dalam bentuk valuta asing yang mencapai 400.000 dollar AS dan dalam bentuk rupiah sebanyak Rp 800 juta.

Terungkap kemudian bahwa uang itu dibawa Harini Wijoso. Ia adalah pengacara dari pengusaha Probosutedjo yang, selaku Direktur Utama PT Menara Hutan Buana, sedang mengajukan kasasi menyusul tuduhan korupsi dana reboisasi sebesar Rp 100,931 miliar.

Menurut pengacara Harini, uang tersebut merupakan bagian dari 500.000 dollar AS yang hendak diberikan kepada Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan, yang menjadi hakim ketua dalam kasus kasasi Probosutedjo. Uang itu diberikan melalui lima karyawan MA.

Sejauh ini Bagir Manan menyangkal terlibat dalam kasus suap itu. Menurut Ketua MA, terlalu jauh jarak antara dirinya dan kelima karyawan MA yang terlibat dalam kasus penyuapan tersebut.

Kita harus menunggu penyelidikan lebih lanjut yang dilakukan KPK. Satu yang membuat kita sangat prihatin, bagaimana jadinya nasib bangsa dan negara ini kalau hukum sudah diperjualbelikan sampai pada tingkat yang paling tinggi, puncaknya peradilan, Mahkamah Agung. Padahal, kita paham, suatu negeri pasti akan runtuh apabila hukumnya sudah runtuh.

Yang lebih membuat kita prihatin, mengapa dalam berbagai kasus korupsi kemudian tidak muncul sikap ksatria? Mengapa kita selalu saja berdalih dan kemudian mengorbankan orang kecil?

Jangan salah sangka, kita bukan bermaksud untuk menghukum Ketua MA pasti bersalah dan menerima suap. Hanya saja dalam berbagai kasus korupsi yang telah terjadi dan itu melibatkan pejabat, selalu dicarikan jalan untuk menghindar, meski bukti-buktinya begitu nyata.

Bandingkan dengan negara-negara lain. Baru-baru ini Ketua DPR AS Tom DeLay secara ksatria mundur dari jabatannya ketika dituduh menggunakan uang yang tidak jelas asalnya untuk kepentingan kampanyenya.

Dengan sikap lebih ksatria, memang orang itu harus menjadi korban. Tetapi pengorbanan itu menyelamatkan hal yang lebih besar, yakni masa depan negaranya.

Berbagai praktik korupsi yang terjadi di negeri ini terasa lebih menyesakkan karena melibatkan orang-orang yang seharusnya menjadi panutan bagi masyarakat. Keterlibatan mereka semakin menyadarkan kita, ada yang keliru dari bangsa ini dalam menghargai yang namanya materi dan kekayaan. Seakan-akan orang yang sukses, orang yang berhasil, adalah orang yang mobilnya mewah, rumahnya mewah, tanpa kita peduli dari mana kekayaan itu berasal.

Sepanjang kita tak mampu meluruskan cara pandang hidup yang keliru, maka praktik korupsi tidak pernah akan bisa diberantas dan akan mengena siapa saja.



Dunia Tanggapi Flu Burung

Flu burung tidak saja menjadi berita menghebohkan di Indonesia, tetapi juga dunia. Maklum, gejalanya memperlihatkan penyebaran dalam tingkat regional.

Mulai Kamis (6/10) di Washington, AS, berkumpul para ahli dan pejabat kesehatan dari berbagai penjuru dunia guna membahas respons terkoordinasi terhadap mewabahnya flu burung atau avian influenza (AI). Pertemuan ini diharapkan bisa mengembangkan cara-cara untuk berbagi informasi dan sumber daya apabila saja virus AI bermutasi dan mulai menimbulkan pandemi di kalangan manusia. Kalau itu sampai terjadi, para ahli meyakini akan jatuh korban manusia dalam jumlah jutaan dalam tempo beberapa bulan.

Satu hal menarik adalah bahwa pertemuan di Amerika ini berlangsung hanya sehari setelah dua tim ilmuwan mengumumkan bahwa mereka telah mereproduksi virus flu yang merebak di Spanyol tahun 1918—penyebab salah satu pandemi yang paling mematikan dalam sejarah—yang ternyata merupakan satu AI.

Seperti telah sama-sama kita ketahui, virus AI H5N1 telah menyebabkan kematian dan pemusnahan puluhan juta unggas, menjangkiti lebih dari 100 orang, serta menewaskan sedikitnya 60 orang dari jumlah tersebut di empat negara Asia sejak akhir tahun 2003. Virus juga telah menyebabkan kerugian sebesar 10-15 miliar dollar AS pada industri unggas dunia, dengan kerugian terbesar diderita oleh Thailand, Vietnam, dan Indonesia.

Bisa saja timbul kesan bahwa—dilihat dari angka insidennya—AI masih belum akut. Tetapi yang paling dikhawatirkan adalah apa yang akan terjadi kalau virus AI telah cukup bermutasi sehingga bisa dengan mudah menular di antara manusia yang tak memiliki kekebalan terhadap virus tersebut.

Guna mengikuti perkembangan virus ini, mau tidak mau para ilmuwan harus terus mengetes sampel virus, terutama yang ada pada orang yang terkena AI. Hanya saja masih muncul keluhan, negara yang dijangkiti AI tidak bersedia berbagi sampel virus ini.

Dari model yang dibuat di komputer diperoleh pemahaman bahwa asal bertindak cepat, epidemi bisa dikekang sehingga ia tak berkembang menjadi pandemi. Hanya saja, di sini pun syaratnya adalah semua negara harus mau berbagi informasi segera dan menyediakan pengobatan pasien sesegera mungkin.

Dalam konteks mendapatkan kesepakatan bersama inilah pertemuan yang digalang oleh Departemen Luar Negeri AS ini diselenggarakan. Selain respons global, tentu saja kesiapan di setiap negara dibutuhkan karena pembendungan AI di lingkup nasional akan menjadi kontribusi penting dalam upaya pembendungan global.[]

-------oooOooo-------

No comments: