Sunday, October 30, 2005

Hati-hati Dalam Menyikapi Kasus Selena

Sebuah email Da' Budi. Selamat membaca!
*********************

Dari: teguh firmanto
Tanggal: Oct 29, 2005 6:27 PM
Judul: [***ina] hati-hati dalam menyikapi kasus selena


Assww..........

Dalam menulis kasus di dusun Salena, Palu Barat, rata-rata media massa
menyebut mereka sebagai aliran sesat dengan amat cepat. Sumber
informasi mereka biasanya dikutip dari polisi, birokrat departemen
agama, tanpa melakukan liputan lebih dalam.

Setahu saya, hanya Koran Tempo dan Kompas yang tidak menyebut mereka
sebagai aliran sesat. Kompas menyebutnya sebagai aliran agama bercampur
adat. Koran Tempo memilih istilah aliran kepercayaan.

Kenapa para wartawan tidak hati-hati? Apakah mereka tidak merasa
penting untuk melakukan pendalaman? Mengapa mereka hanya puas dengan
official statement? Apakah karena persaingan antar wartawan dus
sekaligus persaingan antar media? Apakah itu karena media sebagai
industri? Gawat juga ya...

Pertanyaan berikutnya, mengapa kita bernafsu betul menghabisi
orang-orang sederhana itu dengan sumber informasi dari satu pihak?
mengapa pula sumber informasi yang digemari para wartawan kita sekarang
adalah para pejabat sipil, kepolisian, militer atau pejabat agama?
Mengapa kita selalu merasa lebih beradab ketimbang orang yang hidup nun
jauh ke pedalaman atau di lereng bukit?

Kalau kita merasa lebih canggih, modern ataupun beradab, mengapa kita
tidak datang secara persuasif? Mengapa kita datang tanpa mau tau apa
"bahasa" mereka? Mengapa kita memaksa mereka harus memahami dan memakai
"bahasa" kita? Mengapa kita datang membawa senjata api, namun marah
melihat mereka menggenggam parang yang selalu mereka bawa?

Apakah kita tau parang, sumpit dan tombak adalah alat mereka mencari
makan dan "nafkah" sama dan sebangun dengan alat kita mencari nafkah
seperti laptop, BMW, office building, CD ROM, kamera, kalkulator?
Apakah kita paham jika kita selalu tak lepas dengan pulpen, handphone,
iPOD, notebook, itu sama dan sebangun dengan fungsi parang, tombak dan
sumpit bagi mereka?

Mengapa pula kita datang saat mereka sedang ada ritual? Kenapa kita
tidak berunding saat mereka belum ataupun sesudah ritual selesai?
Kenapa kita yakin bahwa mereka telah salah memahami Islam dan Kristen
saat tidak ada yang bersama mereka berdialog tentang apa itu Islam atau
Kristen yang sudah mereka anut? Kenapa kita kecewa saat merasa Kristen
dan Islam mereka tidak sama dengan kita? Apakah kita kecewa atau malu
karena mereka, yang mengaku Kristen dan Islam itu, kumuh penampilannya?

Kenapa kita tetap menulis Kelompok Mahdi, Imam Mahdi, Jaringan Mahdi,
walaupun sudah terang-benderang bahwa namanya Madi bukan Mahdi? Apakah
berita akan lebih sensasional dan "bunyi" jika Mahdi tetap kita gunakan
dan Madi -- yang notabene memang namanya -- pura-pura kita tidak tau?
Apakah setelah hari kedua dan ketiga dan keempat, kita semua kecewa
bahwa ternyata "tokoh kita" itu cuma Madi dan bukan Mahdi?

Mungkin saja Madi tidak pernah kepikiran atau bahkan tak tau apa itu
Mahdi, apatah lagi diberi tambahan Imam Mahdi? Mahdi dan Madi, dua
kosakata yang amat berbeda kawan-kawan...

Tentu saja, secara hukum Madi dan satu-dua rekannya yang membunuh
polisi harus dihukum. Namun investigasi yang menyeluruh dan mendalam
haris dilakukan agar kejadian seperti ini tidak terjadi di tempat lain,
pada masyarakat lokal yang lain.

Wass............(sebuah kutipan)

No comments: