Tuesday, October 25, 2005

Islam’s Response To Contemporary Issues (5)

*Sigh* Ini Bab ke-5-nya. Enjoy, ya?! Meski belum ada terjemahan resmi, yaaa, bagi2 Karunia, lha?! (Daripada nggak ada!)
Dan di halaman terakhir, sepertinya ada yang hilang dan/atau terhapus. Well, Anda liat aja di buku aselinya, ya? Kalo PDF-nya sih, so far (25/10), http://alislam.org belum ngerilis. Under construction, perhapsly! Insya Allah, Amin!

>>>

V. KEAMANAN DI BIDANG POLITIK

Keamanan di bidang politik harus diuji dengan teliti di lapangan nasional maupun internasional. Menyangkut sistem politik dalam negeri, yang terpenting adalah sistem politik mana yang baik atau buruk untuk masyarakat dan suatu masa.
Kembali kita perlu mengungkapkan apakah kegagalan sistem politik dan turunannya yang lapuk yang menyengsarakan dan tidak memuaskan suatu bangsa ataukah suatu yang lain?
Sistem politik itukah yang disalahkan atau mereka yang menjalankan sistem itu? Dengan menggunakan sistem demokrasi pimpinan politik yang korup, rakus dan pribadi yang amoral telah naik dan memegang tahta kekuasaan. Dapatkah tokoh yang sedemikian ini berfaedah atau membuat kebaikan di masyarakat ?, daripada suatu kediktatoran yang ramah misalnya ?. Untuk menegakkan dan menjamin perdamaian internasional, pemimpin Islam mempunyai satu nasihat , Islam memberikan ketinggian akhlak pribadi bagi semua kegiatan politik kemanusiaan tanpa kecuali.

SUATU SISTEM POLITIK TIDAK BOLEH DISALAHKAN

Kita mulai dengan penyelidikan bahwa tidak ada disebut dalam Islam suatu sistem politik tertentu yang berlaku baik dibanding sistem politik lainnya.
Tidak diragukan bahwa al-qur’an suci menyebutkan suatu sistem demokrasi dengan cara mana para penguasa dapat dipilih oleh rakyat memegang pemerintahan, namun bukan satu-satunya sistem yang direstui Islam. Tidak pula menjadi suatu dasar yang istimewa dari suatu agama yang universal semisal Islam memilih suatu sistem tunggal untuk pemerintahan tanpa suatu pertimbangan terhadap kenyataan bahwa dalam prakteknya tidak mungkin menerapkan suatu sistem tunggal diatas seluruh wilayah dan masyarakat bangsa-bangsa didunia ini.
Demokrasi tidak cukup berkembang biarpun diantara bangsa-bangsa maju didunia ini untuk sampai ketingkat pemerintahan yang menjulangkan puncak ideal pandangan demokrasi. Dengan bangkitnya kapitalisme dan bangunan kekuasaan teknokrat dinegara-negara kapitalis, pemilu yang demokratis murni tidak dapat dilaksanakan. Selain itu tumbuh didalamnya masalah korupsi, timbulnya mafia dan kelompok pemeras lainnya. Seorang dengan mudah menyimpulkan bahwa demokrasi itu tidak berjalan dengan mulus dan sempurna biarpun dinegara demokratis termaju sekalipun. Lalu bagaimana pula dinegara dunia ketiga ?. Jadi mengatakan bahwa sistem demokrasi barat dapat diterima dinegara-negara Afrika, Asia dan Amerika selatan atau apa yang dinamakan negara-negara Islam didunia sama saja dengan membuat suatu claim kosong belaka. Menurut pendapat saya, ajaran Islam tidak menolak suatu sistem politik didunia ini, namun Islam menyerahkannya untuk dipilih manusia sendiri dan tradisi yang ditumbuhkan sejarah disuatu negara sesuai corak yang disukai mereka. Apa yang ditekankan Islam bukanlah bentuk pemerintahan melainkan bagaimana pemerintahan itu seharusnya dijalankan. Menetapkan suatu sistem pemerintahan dalam Islam, semisal menyerahkan amanah. Keragaman pemerintahan seperti feodal, monarki, demokrasi dan lain-lainnya mendapat tempat dibawah Islam.

MONARKI

Sistem monarki disebut berulang kali dalam al-qur’an tanpa dikutuk sebagai suatu lembaga. Seorang Nabi bani israil mengingatkan bangsanya sebagai berikut :

(Al-Baqarah : 248)

Monarki yang lebih luas disebut juga dalam :

(Al-Maidah : 21)

Kemudian kedaulatan raja yang didirikan dan dikembangkan dengan paksa tidak disukai dalam al-qur’an :

(An-Naml :35)

Raja-raja ada yang baik dan ada pula yang jahat, tentu seperti halnya para perdana menteri atau kepala negara ada yang baik ada juga yang jahat.
Akan tetapi al-qur’an menyebutkan suatu kelompok raja-raja yang dipilih oleh tuhan. Mereka adalah suatu tipe seperti raja Sulaiman dalam sejarah tidak hanya seorang raja namun juga menurut kepercayaan kaum Yahudi dan Nasrani dan Islam juga seorang Nabi dan Rasul. Ini menunjukkan kadang kala kedudukan seorang Nabi yang suci dan pangkat raja duniawi terpadu dalam wujud yang satu dan dalam bimbingan ilahi.
Suatu tipe daulat kekuasaan yang lain adalah :

(An-Nisa : 60)

Ayat ini tidak hanya merinci tingkat kedaulatan namun juga menekankan bahwa menurut al-qur’an kadang-kadang pemilihan demokratis tidak selamanya bermanfaat, bahkan lebih sering mayoritas rakyat gagal mengenal hakekat kebesaran pimpinan seseorang dan keberatan atas kepemimpinan orang yang memaksakan pilihannya
Berdasarkan kriteria pengangkatan itu pilihan itu disebut kediktatoran. Pilihan itu berlawanan dengan kemauan orang banyak akan tetapi tidak terhadap kepentingan rakyat. Ciri kelemahan yang mendarah daging dalam tata cara pemilihan demokratis itu adalah massa membuat pilihan mereka dengan sesuatu kesan indah diluar dan membuat pilihan akhir atas pilihan mereka, tetapi mereka tidak mampu membuat penilaian akhir atas pilihan mereka dan mereka tidak mampu memutuskan apa pimpinan terbaik yang sesuai dengan kepentingan mereka dan yang mereka butuhkan. Tampak dalam sejarah orang beriman ada kalanya disuatu waktu dimana suasana politik kebangsaan itu memerlukan intervensi dari langit. Dalam keadaan begitu tuhan mengambil alih pengangkatan Raja, Daulat atau Pimpinan kedalam tanganNya. Tetapi tidak boleh disimpulkan pengangkatan raja-raja, pemimpin didunia ini adalah melalui putusanNya. Kesalahpahaman ini yang dijadikan kepercayaan umat Nasrani di abad pertengahan, Raja Richard sendiri meratap :

Tidak semua air di lautan luas dapat mencuci ke kotoran dari seorang raja yang dianggap suci (Shakespeare).

DEFINISI DEMOKRASI

Konsep demokrasi yang walau berasal dari Yunani sebenarnya adalah definisi singkat dari Abraham Lincoln Gettysburg yakni ; Pemerintahan rakyat dari rakyat dan untuk rakyat. Ini adalah suatu kalimat yang sangat menarik, namun sangat jarang terlaksana dimanapun didunia ini. Ruas ketiga dari definisi itu yakni untuk rakyat ; ini sangatlah kabur dan penuh dengan bahaya. Apa yang dapat dinyatakan untuk rakyat dengan keyakinan sepenuhnya ?. Dalam suatu pemerintahan mayoritas , sangat sering terjadi bahwa untuk rakyat itu adalah untuk bilangan yang terbanyak, jadi bukan untuk rakyat yang minoritas. Dalam suatu sistem demokratis keputusan-keputusan penting sangat mungkin diambil melalui sistem voting yang mewakili suara terbanyak. Akan tetapi jika anda menggali dan menganalisa lebih dalam akan hal ini anda akan menemukan fakta dan kandungan putusan itu sebenarnya dipaksakan oleh kelompok mayoritas. Suatu rincian kemungkinan bahwa partai berkuasa setelah terpilih melalui kemenangan pemilihan umum, pertama kali memegang posisi posisi penting yang jadi minoritas di lembaga-lembaga negara. Lagipula apabila hasil pemilu agak rendah dan sangat diragukan oleh partai berkuasa akan memperoleh dukungan mayoritas. Walau partai itu keluar sebagai pemenang mutlak dalam pemilu, banyak kemungkinan terjadi dalam masa mereka memegang kekuasaan. Opini publik yang berubah drastis sehingga kedudukan pemerintah tidak lagi berupa suatu perwakilan sebenarnya dari rakyat banyak. Akhirnya perubahan sudut pandang politik dari waktu ke waktu akan berubah dipikiran pemilih akibat perubahan posisi penguasa.
Walaupun suatu pemerintahan selamanya didukung oleh para pemilihnya, bukan tidak mungkin bila suatu keputusan penting diambil sejumlah anggota partai berkuasa tidak setuju didalam hati mereka atas kebijakan baru terhadap rakyatnya. Akan tetapi mereka tetap setia pada partai. Apabila perbedaan pendapat semakin besar dengan pihak oposisi maka lebih sering terjadi adalah putusan yang diambil lebih merupakan putusan minoritas yang dipaksakan bagi mayoritas rakyat banyak.
Akan sangat berharga untuk dicatat bahwa apa yang dianggap baik untuk rakyat banyak itu berubah dari masa ke masa. Bila putusan tadi tidak diambil atas dasar prinsip –prinsip yang mutlak, bahkan terkesan hanya dengan alasan apa yang dianggap baik untuk umum atau sekurang-kurangnya apa yang dianggap oleh partai politik baik untuk rakyat. Keputusan yang diambil secara demikian hanya membawa kepada suatu landasan yang labil. Apa yang diputuskan sekarang dapat menjadikan suasana lebih buruk di hari berikutnya. Bagi orang awam tentu hal ini susah untuk dimengerti. Eksperimen komunisme pada suatu negara misalnya, dalam kurun lima puluh tahun negara itu diperkenalkan semboyan “demi rakyat proletar” namun apa yang terjadi di banyak negara demikian negara menjadi diktator dan sebagian lagi tidak.
Harus dicatat ada benang merah antara negara sosialis dan demokrasi, sepanjang mengenai “pemerintahan oleh rakyat” tidak jelas bahkan bisa tidak ada. Dalam negara totaliter sangatlah mungkin mendikte calon pemilih untuk memilih calon tertentu. Cara lain adalah dapat juga dilakukan, dengan pengecualian disana-sini maka sebagian besar demokrasi didunia ini dijalankan dengan kecurangan, dagang sapi, peraturan pemilu yang menakutkan, serta tindakan lain yang kotor sehingga kesucian demokrasi itu dilemahkan dan dipalsukan sehingga sedikit saja yang tersisa.

DEFINISI ISLAM MENGENAI DEMOKRASI

Menurut ajaran al-qur’an, seseorang memiliki pilihan yang luas serta bebas dalam menerapkan pemerintahan yang sesuai dengan mereka. Apakah itu berupa kerajaan, feodal, demokrasi, persukuan adalah sah sepanjang diterima oleh rakyat dan masyarakat mereka. Walau demikian kelihatan demokrasi dihargai tinggi sekali dalam al-qur’an. Orang Muslim dianjurkan mengamalkan sistem demokrasi, walau tidak persis sama seperti demokrasi di barat. Islam tidak menyajikan suatu definisi yang kosong tentang demokrasi. Ia memberikan garis besar yang penting dan menyerahkan urusan selebihnya kepada orang banyak. Dengan mengikuti garis besar ini maka akan dirasakan manfaatnya yang besar bagi masyarakat, jika tidak maka kesesatan dan kebinasaan akan tampak jelas.

DUA TIANG DALAM KONSEP DEMOKRASI ISLAM

Ada dua tiang dalam sistem demokrasi Islam :
Pertama adalah proses pemilihan demokratis harus didasarkan kepada kepercayaan dan kelebihan ilmu serta ketinggian pribadi yang bersih serta berwibawa. Islam mengajarkan jika anda melaksanakan hak pilih anda, maka ada pertanggung-jawaban atas pilihan anda itu. Pilihlah yang paling mampu melaksanakan amanat bangsa dan dirinya memang dapat dipercaya memegang amanat.
Selengkapnya ajaran ini menuntut seseorang yang menjalankan hak pilihnya harus melaksanakan dengan jujur terkecuali ada hal-hal yang diluar pengetahuannnya atau rintangan dalam menjalankan hak-haknya itu.
Kedua pemerintahan harus berfungsi dan berkeadilan mutlak. Tiang kedua ini berarti jika anda membuat keputusan-keputusan buatlah keputusan itu yang bersifat adil secara mutlak. Biarpun itu menyangkut masalah politik, agama sosial dan ekonomi. Dalam keputusannya hal-hal itu tidak dapat dikompromikan dengan ketidak adilan. Setelah pembentukan pemerintahan, voting dalam partai-partai hanya diarahkan kepada keadilan. Karena itu tidak ada kepentingan golongan, pandangan politik yang diizinkan mempengaruhi proses pembuatan keputusan.
Dalam jangka panjang setiap keputusan yang diambil atas asas ini akan terikat sungguh sungguh kepada rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat.

MUSYAWARAH BERSAMA SANGAT DISUKAI

Substansi dari asas demokrasi itu sangat jelas dibicarakan dalam al-qur’an sepanjang nasihat kepada orang Muslim. Walau bentuk kerajaan tidak dilarang selama ia berwahana agama dan bertuhan, namun bentuk demokrasilah yang paling disukai diantara sekalian bentuk pemerintahan.
Menjelaskan corak masyarakat Islam yang ideal al-qur’an menyampaikan :

(As-shuara : 37-40)

Perkataan Arab amruhum syura bainahum, urusan mereka diputuskan dengan musyawarah diantara mereka. Berhubungan dengan penghidupan politik masyarakat Muslim yang jelas menunjukkan dalam urusan pemerintahan. Putusan yang diambil secara musyawarah mengingatkan kita akan asas pertama demokrasi yakni pemerintahan rakyat. Keinginan dan kepentingan rakyat menjadi kemauan yang mengatur rakyat melalui musyawarah diantara mereka.
Bagian kedua dari istilah demokrasi itu adalah oleh rakyat, yang diterangkan dalam al-qur’an :

(An-Nisa : 59)

Ini berarti bahwa bilapun anda menggunakan hak pilih memilih pemerintah anda maka letakkkanlah kepercayaan kepada siapa yang berhak menerimanya. Hak orang untuk memilih pemerintahnya memang disebutkan secara sambil lalu. Yang ditekankan disini adalah bagaimana seseorang itu harus menggunakan haknya. Umat Islam diingatkan bahwa memilih itu bukan masalah kepentingan dirinya sendiri yang dapat dilaksanakan bilamana saja ia mau, tetapi lebih jauh dari itu masalah itu menyangkut bangsa. Dalam masalah amanat, anda tidak mempunyai banyak pilihan. Anda harus menjalankannya dengan segala kejujuran, wibawa dan semangat percaya kepada diri sendiri. Amanat harus ditempatkan pada tempat yang seharusnya. Kebanyakan pemikir Muslim mempercayai bahwa inti ayat itu mirip seperti demokrasi barat namun hal ini hanya sebagian saja benar.
Cara bermusyawarah yang dikemukakan al-qur’an tidak memiliki tempat dalam partai politik saat ini khususnya demokrasi barat. Seharusnya juga dicatat bahwa ruas kedua dari asas demokrasi itu bahwa hak pilih ada ditangan rakyat yang tidak boleh dilanggar dengan syarat apapapun yang mengurangi hak mutlak ini.
Menurut norma demokrasi yang umum, seorang pemilih dapat memajukan pilihannya pada seorang boneka atau mencampakkan kertas pilihannya diluar kotak suara pemilihan sehingga suaranya batal, menurut al-qur’an ini jelas melanggar asas demokrasi.
Menurut al-qur’an seorang pemilih bukanlah seorang tuan yang mutlak dari hak pilihnya melainkan ia seorang pemegang amanat yang harus melaksanakan haknya secara baik dan jujur kepada orang yang sepatutnya ia pilih. Ia harus waspada dan ingat bahwa ia akan bertanggung-jawab tentang amanat yang dijalankannya dihadapan tuhan kelak.
Menurut konsep Islam umpamanya suatu partai politik mencalonkan orang untuk dipilih

No comments: