Sunday, October 30, 2005

KRONOLOGIS SALENA (kasus Madi)

Klarifikasi Dari milis sebelah, kebetulan penulisnya punya temen
polisi yang terlibat langsung peristiwa di Sana :

1. Ini info yg berbeda ttg aliran Madi - ada dua file

2. untuk rekan acay minta tolong di upload di www.ikastara.org/forums
semoga bisa menjadi hikmah dan bahan pendektan lapangan untuk kasus
SARA di
kemudian hari


From: shohib
Sent: Friday, October 28, 2005 1:50 PM
Subject: Fw: KRONOLOGIS SALENA (kasus Madi)


Dear all,
Mohon perhatian untuk kasus "aliran Madi" yang banyak diberitakan di
beberapa media akhir-akhir ini. Sebagai orang yang banyak melakukan
penelitian di pedalaman Sulawesi Tengah, kasus ini saya rasakan
sangat
janggal. Sejauh pengetahuan saya, belum pernah ada gerakan adat yang
konfrontatif secara terbuka dengan agama di Sulawesi Tengah, bahkan
di
kalangan suku Wana sekalipun. Yang terjadi justru sebaliknya,
penyebaran
agama banyak dilakukan dengan memanfaatkan simbol-simbol atau
pranata budaya
lokal. Yang lebih mencurigakan, konfrontasi itu diarahkan kepada
agama
Islam. Padahal Islam di sini diwakili oleh Alkhairat yang--seperti
saudaranya NU di Jawa--sangat toleran terhadap budaya lokal.

Dari informasi kawan-kawan di lapangan ada kecurigaan kasus ini
direkayasa
terkait dengan penolakan masyarakat atas rencana eksploitasi Galian
C di
desa mereka. Apalagi diketahui bahwa Madi yang menjadi "pemimpin
aliran" ini
adalah orang yang sangat lantang menyuarakan penolakan tersebut.

Berikut ini saya lampirkan press release dan kronologis kejadian yang
disampaikan oleh kontak kawan-kawan aktivis di Palu.
Semoga menjadi bahan perhatian kita semua.

Salam,
Shohib

===
KRONOLOGIS KEJADIAN





Sabtu, 22 Oktober 2005



Sekitar siang, polisi dari Polsek Palu Barat datang bersama dengan
Pue
Janggo dan memanggil Madi yang kemudian diikuti teman-temannya
(murid dari
pergutruan Kantau). Pertemuan Madi, Temannya, Polisi, Pue Jenggo dan
aparat
kelurahan (ketua RT I dusun Salena, Pertemuan ini sebenarnya hanya
sekedar
diskusi tentang kegiatan Madi. Madi justru menjelaskan bahwa dia
tidak
melakukan kegiatan yang telah diisukan diluar (seperti ajaran sesat,
melarang orang sholat, melarang orang gereja). Setelah diskusi
beberapa
pihak ini yang juga dihadiri oleh wartawan, pertemuan bubar tetapi
Madi dan
teman-temannya tetap berada di Bantaya (tempat pertemuan), tiba-tiba
datang
polisi 2 orang naik di Bantaya dan menjabat tangan Madi kemudian
balik
kembali.



Minggu, 23 Oktober 2005



Sore sekitar pukul 17.00 datang lagi polisi, bertemu dengan Masuna
ketua RT
II untuk diajak mengikuti pertemuan di balai kelurahan Tipo untuk
membicarakan tentang isu rencana penyerangan masyarakat Salena kepada
masyarakat Lekatu dengan target damai antara masyarakat Salena dengan
masyarakat Lekatu (Dusun di Kelurahan Tipo). Pertemuan di balai
Kelurahan
dilakukan sore itu juga.



Senin, 24 Oktober 2005



Siang sekitar jam 12.00 nene Janggo dengna 2 orang Polisi datang
kembali ke
Salena dengan membacakan hasil pertemuan di Balai kelurahan Tipo
bahwa
antara masyarakat Salena (Kelurahan Buluri) dan masyarakat Lakatu
(Kelurahan
Tipo) tidak ada masalah lagi tapi Polisi tetap mau bertemu dengna
Madi. Endi
(Ketua RT I Dusun Salena) mengatakan bersedia naik ke gunung Pompa
Nova
(tempat perguruan Kantau/Silat Madi) hari selasa untuk mengudang Madi
bertemu dengan Polisi.



Selasa, 25 Oktober 2005



Hujan yang turun sejak subuh sampai pagi menyebabkan Endi belum
sempat
berangkat ke gunung lebih pagi Endi justru berangkat menuju kantor
kecamatan
untuk mengambil uang kompensasi kemudian ke Kelurahan untuk mengambil
sembako. Tapi sekitar pukul 07.00 sebelum Endi turun ke Kantor
Kecamatan
Patroli Polisi telah datang dan berkumpul di Bantaya. Setelah itu,
sekitar
pukul 09.00 Polisi telah datang sejumlah 2 truk mobil Polisi dan
langsung ke
gunung tempat Madi berada saat, sementara Patroli tetap terjaga di
Bantaya.



Sekitar jam 14.00 setelah Endi datang dari kantor kelurahan membawa
sembako,
satu jam kemudian masyarakat Salena mendengar bunyi letusan sanapan
masyarakat ketakutan dan lari menyebar menyelamatkan diri.



Dari kejadian ini diberikan 3 orang Polisi dan 1 orang warga
meninggal
dunia. Setelah kejadian ini, 4 truk polisi kembali diturunkan untuk
menambah
kekuatan aparat.



Rabu, 26 Oktober 2005



Sekitar jam 06.00 aparat kepolisian ditarik, tapi sekitar 2 truk
masyarakat
dari kelurahan Buluri dan masyarakat dusun Lekatu Kelurahan Tipo
datang
menaku-nakuti masyarakat Salena yang tersisa dengan mengatakan
masyarakat
yang tersisa harus menyingkir karena pasukan dari 711 akan datang dan
menyisir masyarakat Salena yang tersisa kemudian menyingkir dan
menyelamatkan diri tapi belum 100 meter mereka menyingkir rumah
mereka
dijarah dan dirusak oleh kelompok masyarakat ini. Aparat hanya
membiarkan
aksi masyarakat kelurahan Buluri dan masyarakat Kelurahan Tipo yang
melakukan penjarhan. Sekitar jam 11.00 aparat TNI dari 711
didatangkan
sejumlah 2 truk.





===



SIARAN PERS



Tewasnya tiga anggota polisi dan satu orang warga masyarakat sebagai
akibat
dari bentrokan yang terjadi antara polisi dengan sekelompok
masyarakat di
Dusun Salena Kelurahan Buluri Kecamatan Palu Barat-Sulawesi Tengah,
telah
mengundang perhatian yang luas dari masyarakat umum, media masa
hingga
lembaga keagamaan. Kami menilai, sebelum terjadinya insiden tersebut
sejumlah media massa local menyiarkan berita yang mengarah pada
pembentukan
opini yang cenderung menyesatkan dan mendiskreditkan keberadaan
sekelompok
warga masyarakat di Dusun Salena. Hal itu kemudian diikuti tindakan
represif
aparat kepolisian terhadap masyarakat di dusun Salena.



Berita-berita yang dirilis oleh media massa local tersebut,
mengesankan
adanya suatu aliran keagamaan yang dinilai sebagai aliran sesat yang
dipimpin oleh Mahdi. Penggunaan nama Mahdi tersebut mengesankan
adanya
hubungan antara aktivitas sekelompok masyarakat di Dusun Salena
dengan
ajaran tentang Imam Mahdi. Padahal nama tokoh masyarakat yang
dimaksud dalam
berita-berita tersebut adalah MADI, bukan MAHDI (Tanpa huruf H
diantara
huruf A dengan huruf D) dan tidak ada hubungannya dengan Imam Mahdi.
Pemberitaan yang menyesatkan tersebut selain menjadi alasan aparat
kepolisian untuk melakukan tindakan represif, pada gilirannya
menimbulkan
keresahan masyarakat luas yang dikuatirkan akan menimbulkan konflik
horizontal.



Kami juga menilai, bahwa aparat kepolisian bertindak sangat tidak
bijak
dalam menangani kasus ini. Bahkan ada kecenderungan aparat kepolisian
sengaja memprovokasi masyarakat di Dusun Salena untuk melakukan
tindak
kekerasan. Hal mana kemudian menjadi alasan bagi aparat tersebut
untuk
bertindak lebih represif. Pengerahan pasukan polisi dengan senjata
lengkap
untuk menangkap warga Dusun Salena, jelas-jelas merupakan tindakan
provokatif karena sebelumnya masyarakat tersebut sudah menyatakan
penolakan
untuk menyerahkan warga yang hendak ditangkap tersebut. Seharusnya,
pihak
kepolisian lebih mengedepankan cara yang persuasive dan dialogis
dengan
mempertimbangkan aspek sosio-kultural masyarakat adat. Apalagi
ternyata
tidak ada situasi emergensi , dimana masyarakat Dusun Salena tersebut
mengancam keselamatan warga masyarakat yang lain. Kalaupun (andai
kata)
masyarakat di Dusun Salena mengembangkan system religi yang berbeda
dengan
masyarakat lainnya, hal itu tidak dapat dijadikan alasan untuk
melakukan
tindakan represif terhadap mereka.



Kami juga menilai, bahwa tindakan perlawanan sekelompok warga Dusun
Salena
tersebut, merupakan tindakan pembelaan diri sebagai respons terhadap
tindakan represif yang dilakukan oleh pihak kepolisian.



Tindakan ceroboh dan represif yang dilakukan oleh aparat kepolisian,
telah
menimbulkan ketakutan warga Dusun Salena sehingga mereka lari cerai
berai ke
dalam hutan atau mengungsi ke desa lain. Apalagi aparat kepolisian
melakukan
pembakaran terhadap rumah mereka.



Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, dengan ini kami
nyatakan :



1. Menyesalkan tindakan represif yang dilakukan oleh aparat
kepolisian
terhadap warga Dusun Salena, sekaligus mendesak agar kepolisian
menghentikan
tindakan represif dan menghentikan kampanye pembusukan terhadap
warga Dusun
Salena.

2. Menyesalkan tindakan Menteri Agama yang melalui media elektronik,
ikut-ikutan mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang bersifat
mendiskreditkan
masyarakat Dusun Salena, dengan hanya menggunakan sumber informasi
yang
sepihak. Pernyataan-pernyataan tersebut menimbulkan kesan, bahwa
Menteri
Agama hanya menjadi alat legitimasi atas tindakan represif yang
dilakukan
oleh kepolisian. Lebih dari itu, pernyataan-pernyataan tersebut
berpotensi
besar untuk menimbulkan polarisasi di masyarakat yang dapat memicu
konflik
yang lebih luas.

3. Menyesalkan pemberitaan media-media massa local yang tidak akurat
dan menyesatkan, sekaligus mendesak kepada Dewan Pers Nasional untuk
menyelidiki kemungkinan pelanggaran etika profesi wartawan.

4. Mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk
menyelidiki kasus ini. Karena kasus ini, selain mengandung potensi
pelanggaran Hak Asasi Manusia, aparat kepolisian tidak dapat
diharapkan
untuk bersikap independen dalam penangan kasus ini. Lebih daripada
itu,
pembiaran terhadap tindakan-tindakan represif dalam kasus seperti
ini, dapat
menjadi preseden buruk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Terutama
dalam rangka penegakan Hak Asasi Manusia dibidang ekonomi, sosial
dan budaya
(ekosob).



Palu, 26 Oktober 2005

Siaran pers ini dibuat oleh :



1. Perkumpulan KARSA
2. Solidaritas Perempuan Palu
3. Perkumpulan Bantaya
4. Awam Green Palu
5. Yayasan Merah Putih Palu
6. Sugiarto ( aktifis HAM)
7. Harun ( Aktifis HAM )
8. Irfan Hidayat Lubis ( aktifis HAM )


Untuk Konfirmasi atas Siaran pers ini bisa menghubungi :
Kantor perkumpulan Bantaya
Jln : M.H Thamrin No. 63 Palu
Telp (0451) 423811

No comments: