Saturday, October 29, 2005

Idul Fitri Bagi Mereka

Date: Fri, 28 Oct 2005 05:59:00 +0700
From: "L.Meilany"
Subject: Bagaimana Idul Fitri Mereka?

Terkadang makna penting Idul Fitri kita lupakan.
Kita terjebak pada persoalan tradisi dan ritus, 'balas dendam'
Yang membuat kita makin konsumtif, egois, menutup diri
dan kurang bersyukur.
Yang kekurangan memaksakan diri, yang berkecukupan
berlebihan.

Salam,
l.meilany
------------------------------------------------
Bagaimana Idul Fitri Mereka?
From: Flora & Wahyu Pamungkas


Semenjak hidup sebagai minoritas muslim, bahkan kadang-kadang hanya satu-satu-nya
keluarga muslim di negeri orang, kami menjadi terbiasa merayakan Iedul Fitri dengan biasa- biasa saja.

Meski kalau mau, berfoya-foyapun bisa saja kami lakukan. Tapi selama puasa kami
lebih memaknainya secara rohani, ketimbang melakukannya dengan makan-makan enak, aneka ragam yang menjurus ke konsumerisme. Yang penting adalah selalu meningkatkan kualitas berpuasa serta ibadah lain di bulan ramadhan dan membayar zakat. Ketika Idul Fitri tiba?

... Makan enak dan baju baru??? Itu sudah tidak penting lagi.

Flora

-----------------------------------

Oleh: Asiyah Maryam
26/10/2005 10:54 WIB

Di sana apakah ertinya Syawal Tangisan dan rintihan tiada henti Alangkah hibanya di
Aidilfitri

Di sini hari ini Lebaran yang dinanti Sanubari bernyanyi suci murni Amalan dirahmati
Pekerti lahir batin Sesuci sebersih lebaran ini

(Anugerah Aidilfitri, Sitti Nurhaliza)

Tadi sore, aku naik mobil angkot setelah berbelanja untuk lebaran. Maklum, untuk pulang kampung, kurang lengkap rasanya jika tidak membawa buah tangan untuk keluarga
tercinta dan kerabat terdekat. Walaupun kadang-kadang buah tangan yang dibawa itu juga dijual di kampung halaman, aku tetap saja tidak pernah bosan membawanya. "Oleh-oleh dari tanah rantau itu sensasinya lain, Uni", begitu tukas adik bungsuku. Mmm, ada-ada saja.

Iseng-iseng aku lalu menguping pembicaraan dua orang gadis cilik yang duduk di
depanku. Mereka asyik sekali membicarakan baju baru masing-masing untuk dikenakan pada hari lebaran yang akan datang beberapa hari lagi. Anak yang satu bercerita bahwa ia dibelikan satu stel baju muslimah, mukena baru, dan sepatu baru. Kemudian anak yang satu lagi bercerita bahwa orang tuanya membelikan juga satu stel baju muslimah, mukena, sepatu, plus jalan-jalan ke Bandung. Tak mau kalah dengan temannya yang akan pergi ke Bandung, anak yang pertama bercerita tadi mulai membeberkan rencana liburan keluarganya ke Yogya.

Lalu, masing-masing anak tersebut mulai saling bersaing untuk membuktikan pada temannya bahwa lebarannya-lah yang paling asyik. Ah, dasar anak-anak.

Aku kemudian teringat akan masa kecilku. Kala itu, Lebaran menjadi salah satu agenda
tahunan yang selalu dinanti-nanti dengan rasa antusias. Setelah ifthar bersama keluarga, aku akan keluar rumah dan menyalakan lilin bersama anak-anak yang lain. Setelah dikumandangkan adzan Isya, kami akan pergi ke masjid untuk melakukan shalat Isya dan Tarawih. Menjelang 1 Syawal, orangtuaku sudah menyiapkan segala macam perlengkapan hari raya berikut agenda liburan. Saking sayangnya, orangtuaku bahkan membelikan dua stel pakaian baru untuk masing-masing anaknya.

Di perempatan lampu merah, tiba-tiba dua orang pengamen cilik menghampiri mobil
angkot lalu menyanyi dengan suara pas-pasan. Aku menaksir mereka masih duduk di bangku SD.

Ah, seharusnya mereka berada di rumah untuk belajar dan menikmati indahnya masa kanak-kanak, bukan mencari nafkah seperti ini. Seiring kenaikan harga BBM awal Oktober ini, biaya hidup mereka pasti membengkak. Di sisi lain, mereka juga tidak mungkin meminta pendengar untuk melakukan 'penyesuaian' jumlah saweran yang sebanding dengan kenaikan harga BBM. Jangankan untuk membelikan baju baru Lebaran, untuk sepiring nasi saja, pasti mereka harus berusaha keras. Tiba-tiba aku ingin tahu, apakah arti 1 Syawal bagi mereka?

Ya Allah. Bagaimana dengan mereka yang berada di Irak? Saat ini, hampir seluruh
wilayah negara Irak luluh lantak akibat serangan dari negara-negara yang dipimpin oleh orang yang gemar berperang. Kemelut tak habis-habisnya mengunjungi penduduk Irak. Tahun lalu, mereka harus kehilangan masjid-masjid terindah yang mereka miliki di kota Falujjah menjelang Idul Fitri datang menjelang. Dan tahun ini, akankah mereka melewatkan malam takbiran dengan damai?

Lalu, apa kabar saudara-saudara kita yang tengah berjuang di Palestina? Saat kita di
sini sedang menyusun agenda hari raya dengan sukacita dan antusias, mereka mungkin sedang mempertaruhkan jiwa dan raga untuk mempertahankan al-Quds. Ketika anak-anak di sini sedang asyik-asyiknya bermain kembang api dengan riang gembira, anak-anak di sana mungkin sedang sibuk menyerang tentara Israel dengan ketapel. Apakah mereka sebahagia kita pada 1 Syawal nanti?

Dan bagaimana pula kabar Pakistan yang masih berduka karena gempa bumi? Atau mereka
yang dikejar-kejar ketakutan di Afganistan sana? Atau mereka yang tak pernah tenang akibat intimidasi pihak-pihak Islamofobia di berbagai belahan bumi lainnya? Kira-kira, seperti apa mereka merayakan Idul Fitri nanti?

Akh, entahlah, wallahu a'lam bish shawab. Hanya Allah Yang Maha Tahu tentang segala
sesuatu.

Tiba-tiba aku jadi malu. Malu pada saudara-saudara yang sedang diuji oleh Allah di
tempat-tempat lain. Paling tidak, aku seharusnya bersikap lebih sensitif pada sesama dan menumbuhkan rasa empati kepada saudara-saudara kita yang sedang diuji oleh Allah tersebut dengan tidak menghambur-hamburkan materi untuk Idul Fitri, yang pada hakikatnya adalah kemenangan melawan hawa nafsu.

Astaghfirullah.

Aku lupa bahwa berempati kepada mereka adalah salah satu bentuk cinta. Dan tidaklah
sempurna iman seorang muslim jika ia belum mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, begitulah yang pernah disabdakan Baginda Rasulullah.

***

Ya Allah, anugerahkanlah kebahagiaan, ketentraman, dan keselamatan bagi kaum
muslimin di manapun mereka berada di hari yang fitri nanti dan mampukanlah kami menjadi golongan orang-orang pemenang.

Jakarta, Ramadhan 1426 H my.storage.tank@gmail.com

No comments: