Sunday, October 30, 2005

Bila kader PKS cuma terpikat pada kesederhanaan HNW

From: radityo djadjoeri
Date: Fri Oct 28, 2005 10:27 pm
Subject: Bila kader PKS cuma terpikat pada kesederhanaan HNW radityo_dj
Offline Offline
Send Email Send Email

Bila kader PKS cuma terpikat pada kesederhanaan HNW

Rupanya para pendukung PKS masih saja menonjol-nonjolkan kesederhanaan
hidup Hidayat Nur Wahid (HNW). Sementara, partainya sendiri kini masuk
dalam perangkap paket SBY-JK. Banyak simpatisannya yang kecewa dengan
langkah PKS yang mendukung kebijakan tak bijak pemerintah yang menaikkan
harga BBM setinggi langit. Menurutku, lakon PKS sungguh anti-klimaks dan
tak 'happy-ending' buat seluruh rakyat (cuma buat mereka-mereka sahaja).
Nabil Almusawa adalah contohnya. Dia kader PKS yang sampai mencucurkan airmata
kala bertandang ke rumah dinas HNW.

"Oh begitu sederhananya rumah seorang Ketua MPR...." Saya amati, standar
rumah dinas pejabat tinggi di Widya Chandra maupun Patra Kuningan ya memang
begitu. Seluruh peralatannya, termasuk sofa dan lainnya dipasok dari Sekneg.
Kalau rumah Agung Laksono lebih nampak mewah dan terang benderang, ya karena dia
sudah lama tinggal disitu.
Kalau dibandingkan rumah dinas Bupati atau Gubernur, ya tak ada ada apa-apanya.
Menanggapi komentar Ilham Malik perlu saya luruskan, bahwa penulis artikel
tersebut bukan Satrio Arismunandar tetapi Nabil 'Fuad' Almusawa, kader PKS
(kalau
kenyataannya Satrio juga kader partai itu, saya kurang tahu). Jadi yang
memuji dan menangisi HNW bukan Satrio (saya pikir Satrio tak secengeng itu).

Kalau saya baca ulang, Coen Pontoh sebenarnya tak bermaksud menyepadankan
HNW dengan Stalin. Dia hanya mengkritisi alangkah bahayanya bila kader-kader
PKS menyanjung HNW secara berlebihan, ujung-ujungnya bisa seperti komrad-komrad
Partai Komunis Uni Soviet yang "buta" atas perilaku sang pemimpin. Ia
tuliskan, "seolah tak ada yang salah dari seluruh ucapan dan tindakan
Stalin". Lalu baru ia sesalkan langkah PKS yang anti kebebasan berpikir
dan tak mengkampanyekan agar Soeharto segera dihukum. Jadi, seolah-olah
HNW cuma sibuk dengan kesederhanaannya saja, tak memikirkan langkah strategis
lain
yang pro-rakyat. Jadi saya setuju dengan statemement: "Menjadi pejabat
publik, kejujuran dan kesederhanaan saja tidak cukup". Perlu ditambah:
'cerdas' dan 'pro-rakyat'. Apa itu 'cerdas' dan 'pro-rakyat', silakan nilai
sendiri.

Tentang Coen sepadan atau tidak dibandingkan dengan Jacob Oetama, saya
tak bisa beri komentar, karena saya belum pernah bertemu dia. Kalau sudah
bertemu, baru saya bisa menilai Coen itu sepadan atau tidak disejajarkan
dengan Jacob Oetama. Siapa tahu Coen ternyata malah lebih piawai dibandingkan
Jacob Oetama? "Who knows", kata SBY. Karena pada dasarnya antar sesama manusia,
kurang dan lebihnya, bisa disepadankan tindak-tanduknya, walau tak mirip 100%.

Saya pribadi tak begitu mempermasalahkan HNW. Saya suka melihat para
pejabat negeri ini bisa hidup sederhana dan bertutur halus seperti beliau.
Namun HNW bisa saja beda dengan sikap dan perilaku para kadernya. Jadi saya
mungkin tak setuju dengan sikap dan perilaku para kader PKS.

Pesan untuk para kader PKS, saya terus terang kurang 'sreg' pada penggunaan
kata 'ana', 'antum',' 'afwan', 'ikhwah'. Seolah mereka tak lahir, hidup dan
berpijak di Bumi Nusantara. Apa tidak ada kata padanannya dalam Bahasa
Indonesia? Atau mereka pelan-pelan ingin membawa negeri ini agar bernuansa
padang pasir? Janganlah, kasihan Ibu Pertiwi!

Untuk Nabil, bagaimana dengan Tamsil Linrung yang diduga terkait kasus
percaloan di DPR? Bagaimana dengan anggota DPRD DKI dari PKS yang mendukung
'take home pay' naik hingga ratusan juta per bulan? Kenapa air matamu tak
menetes untuknya?

Salam,

Radityo Djadjoeri

_________________________________________________________________
Coen Husain Pontoh
e: pontoh_2002@...

Membaca tulisan ini, saya jadi ingat bagaimana komrad-komrad Partai
Komunis Uni Sovyet memuja Stalin tiada dua. Sampai-sampai, tak ada yang
salah dari seluruh ucapan dan tindakan Stalin.

Orang-orang PKS nampaknya menjurus ke sana. Mereka tak lagi kritis
terhadap sepak terjang Hidayat Nur Wahid (HNW). MIsalnya, ia anti
kebebasan berpikir, karena menolak penghapusan TAP MPR No. XXV/MPR/1966;
tidak mengkampanyekan penuntutan hukum terhadap kejahatan ekonomi dan
politik Soeharto. PKS tak sedikit pun menyinggung kejahatan besar
bapak Jenderal Besar itu; dalam kasus bom Bali, HNW bikin komentar yang
asbun (asal bunyi), katanya pelaku bom Bali II adalah orang-orang
atheis dan juga karena persaingan bisnis pariwisata;
dan seperti sudah dikemukakan bung Farid Gaban, PKS dan HNW tak
bersikap tegas soal pencabutan subsidi BBM.

Bahwa dia mencontohkan hidup sederhana, two thumbs up!

_________________________________________________________________
Ilham Malik
e: ib_ilham@...

Bung Pontoh,
Dalam menilai seseorang, kita sudah selayaknya menggunakan padanan
yang benar-benar sepadan. Anda tidak bisa dibandingkan dengan Jacob
Oetama, Hidayat tidak bisa dibandingkan dengan Stalin, Faidz juga
tak bisa dibandingkan dengan Wiranto.

Saya kira, pujian yang dibuat oleh kawan Satrio, ya biarlah kita
anggap sebagai pujian pribadinya saja.
Kita perlu bersikap adil.

_________________________________________________________________
Guntoro Soewarno (simpatisan PKS)
e: artikelguntoro@...

Coen benar. Kita harus kritis dengan PKS. Karena terbukti, menjadi
pejabat publik tidak cukup dengan kejujuran dan kesedehanaan. Tapi juga
harus cerdas.

Karya PKS sepanjang kader mereka berkuasa tidaklah mendebarkan. Bahkan
beberapa hal menyesatkan. Nurmahmudi Ismail ketika menjadi Menhutbun,
yang dia cabut pertama kali adalah program hutan rakyatnya Habibie. Ini
sungguh diluar akal sehat.

Begitupun soal dukungannya ke pasangan SBY-JK (Semakin Banyak Yang
Jadi Korban). Ini bukti PKS tidak bervisi ke depan. Dia sekarang
kena getahnya. Nyaris tidak bunyi --dalam bahasa jawa 'pelo'-- ketika
harus menolak kenaikan BBM yang sangat pro kapitalis.

Begitupun ketika mereka menjadi mayoritas di DPRD DKI Jakarta. Apakah
Jakarta jadi lebih baik? Tidak! Penggusuran rakyat kecil terus terjadi.
Bahkan mereka sekarang ramai-ramai menaikkan gaji-nya. Subhanallah.
Ini bukti bahwa jujur dan sederhana, ketika berurusan dengan negara
tidak begitu penting. Cerdas dan pro rakyat. Itu yang penting, dan
sekarang menjadi barang langka.

_________________________________________________________________
Mimbar Untan
e: lpm_untan@...

Benar, menjadi pejabat publik, kejujuran dan kesederhanaan tidak cukup.
Perlu ditambah: cerdas. Namun jika kemudian dikatakan bahwa jujur dan
sederhana, ketika berurusan dengan negara tidak begitu penting, saya
sangat tidak setuju. Bukankah negara ini telah dipimpin oleh banyak
orang yang cerdas, namun tidak jujur dan memuja keglamoran. Mereka
telah membawa kehancuran bagi negara. Saya kira yang bijaksana,
diperlukan orang yang jujur, sederhana, sekaligus cerdas.

Hidayat Nurwahid sukses mengajarkan kejujuran dan kesederhanaan, namun
itu belum cukup. Ia musti cerdas dalam mengambil kebijakan. PKS adalah
sebuah partai yang begitu diharapkan bisa menjadi partai yang bersih
dan bisa membawa perubahan. Saya kira banyak orang yang berharap banyak
kepada PKS. Namun akhir-akhir ini, sepertinya PKS tak bisa mewujudkan harapan
itu. Ambil contoh kebijakan kenaikan harga BBM dan tunjangan anggota
DPR. Tidak ada sikap yang jelas yang diambil PKS yang benar-benar
menyuarakan rakyat, kecuali menyangkut kepentingan mereka.

Inkonsistensi, bahwa PKS akan menjadi partai oposisi telah nampak. PKS
masuk ke ranah kekuasaan dan tak bisa berkutik. PKS tak seperti pada
awal kampanye. Saya kira bagi semua aktivis PKS, terutama yang telah
duduk pada singgasana kekuasaan, wajib untuk menjaga harapan dan amanah
yang telah dibebankan ke pundaknya. Memberikan kritik dan mengingatkan
pemimpin adalah satu yang baik. Kritik itu supaya pemimpin tidak salah
langkah. Shalat adalah kewajiban, jujur memang seharusnya, sederhana
tentu, namun bukan berarti itu cukup untuk masuk surga. Masih banyak
rakyat yang semakin miskin akibat salahnya kebijakan negara. Masih
yakinkah akan masuk surga?

_________________________________________________________________
Faiz Manshur
nyongfaiz@...

Kalau mau meneladani sikap bijak pribadi sebenarnya banyak orang yang
bisa dijadikan teladan. Di kampung-kampung juga banyak, tak usah nyari
seorang pemimpin seperti HNW. Jangankan HNW, mbah Harto pun baik hati,
asalkan kenal. Bang Akbar Tanjung pun dikenal orang-orang dekatnya
sebagai sosok yang humanis.

Hidup sederhana dalam situasi yang begini memang baik, tapi tak tepat
kalau kemudian hanya karena itu lantas dijadikan patokan untuk menilai
kesalehan politik. Nah, sebagai tokoh politik, yang paling pokok dari
HNW kita nilai kesalehan politiknya, sikap-sikapnya terhadap rakyat.

_________________________________________________________________
Yayat Cipasang
e: yayatcipasang@...

Iyalah, memang jangan dicontohkan dengan hidup sederhana. Karena banyak
orang LSM yang mengaku meladeni rakyat miskin malah gelimang harta.
Jadi, memang tak cocok berkomentar tentang kesedarhanaan sekarang.
Sekarang semuanya dijungkirbalikkan.

Saya pikir, pendapat Coen juga keluar dari konteks. Paling tidak kita
bikin contoh dulu hidup sederhana biar negara gak boros. Masalahnya
Indonesia boros kan karena korupsi. Kalau tidak ada korupsi dan hidup
mewah pasti kenaikan BBM juga kan tidak ada. Berpikir sederhana sajalah.
Ngapain rumit-rumit berpikir di zaman kiwari.

_________________________________________________________________

Ahmad Su'udi
e: akulahahmad@...

Astaghfirullah! Sepertinya hanya kebencian yang ada dalam benak rekan-rekan
sekalian terhadap Hidayat Nurwahid, sehingga sama sekali rekan-rekan
tak memiliki apresiasi positif tentang sisi kebaikan tokoh satu ini.

Padahal adalah sebuah prestasi ada pejabat tinggi sekelas ketua MPR
masih sanggup sederhana, suatu gaya hidup yang bisa jadi rekan sekalian
tak sanggup menjalani, padahal pasti godaan yang ada pada diri rekan-rekan
tak seberat Hidayat. Kalau Hidayat mau, pasti ia bisa hidup glamour.
Anda kata semua pejabat negeri ini jujur dan sesederhana Hidayat, pasti
tak seburam ini wajah negeri kita ini. Pasti tak kemelaratan yang
mendominasi cerita negeri ini. Tersebab keculasan dan ketamakan
para pemimpinlah, negeri ini diambang kehancuran.

Hidayat memang tetap manusia, tak lepas dari kekhilafan, tetapi tak
bijak jika kita sama sekali tak menghargai sisi kebaikannya. Lebih tak
bijak lagi jika kita - sudahlah tak bisa mencontoh sisi baiknya - justru
mencela. Terlebih saat ini Ramadhan man!

_________________________________________________________________

Diposting oleh Satrio Arismunandar
e: satrioarismunandar@...

Meneladani Ust. Hidayat Nurwahid:
Air mata ana menetes di rumah Muhammad Hidayat Nurwahid

Nabil Almusawa
e: nabielfuad@...

BismiLLAAHir RAHMAANir RAHIIM,

Beberapa hari yang lalu ana berkesempatan untuk ikut dalam acara buka
bersama dengan Ketua MPR-RI, DR Muhammad Hidayat Nurwahid, MA di rumah
dinasnya, kompleks Widya Chandra dengan beberapa ikhwah.
Ketika ana masuk ke rumah dinas beliau tsb, maka dalam
hati ana bergumam sendiri: Alangkah sederhananya isi
rumah ini. Ana melihat lagi dengan teliti, meja, kursi2,
asesori yg ada, hiasan di dinding. SubhanaLLAH, lebih
sederhana dari rumah seorang camat sekalipun.
Ketika ana masuk ke rumah tsb ana memandang ke
sekeliling, kebetulan ada disana Ketua DPR Agung
Laksono, Wk Ketua MPR A.M Fatwa, Menteri Agama, dan
sejumlah Menteri dari PKS (Mentan & Menpera) serta
anggota DPR-RI, serta pejabat2 lainnya.

Lagi2 ana bergumam: Alangkah sederhananya pakaian
beliau, tidak ada gelang dan cincin (seperti yg dipakai teman2
pejabat yg lain disana). Ternyata beliau masih ustaz
Hidayat yg ana kenal dulu, yg membimbing tesis S2 ana
dg judul: Islam & Perubahan Sosial (kasus di Pesantren
PERSIS Tarogong Garut).

Terkenang kembali saat2 masa bimbingan penulisan tesis
tsb, dimana ana pernah diminta datang malam hari
setelah seharian aktifitas penuh beliau sebagai
Presiden PKS, dan ada 10 orang tamu yg menunggu ingin
bertemu. Ana kebagian yg terakhir, ditengah segala
kelelahannya beliau masih menyapa ana dg senyum : MAA
MAADZA MASAA'ILU YA NABIIL?

Lalu ana pandang kembali wajah beliau, kelihatan
rambut yg makin memutih, beliau bolak-balik menerima tamu, saat
berbuka beliau hanya sempat sebentar makan kurma &
air, karena setelah beliau memimpin shalat magrib terus
banyak tokoh yg berdatangan, ba'da isya & tarawih kami semua
menyantap makanan, tapi beliau menerima antrian wartawan dalam & luar
negeri yang ingin wawancara.

Tdk terasa airmata ana menetes, alangkah jauhnya ya
ALLAH jihad ana dibandingkan dg beliau, ana masih punya
kesempatan bercanda dg keluarga, membaca kitab dsb,
sementara beliau benar2 sudah kehilangan privasi
sebagai pejabat publik, sementara beliaupun lebih berat ujian
kesabarannya untuk terus konsisten dlm kebenaran dan membela rakyat.

Tidaklah yg disebut istiqamah itu orang yg bisa
istiqamah dlm keadaan di tengah2 berbagai kitab Fiqh dan Hadits
seperti ana yg lemah ini. Adapun yg disebut istiqamah
adalah orang yg mampu tetap konsisten di tengah
berbagai kemewahan, kesenangan, keburukan, suap-menyuap dan
lingkungan yang amat jahat dan menipu.

Ketika keluar dari rumah beliau ana melihat beberapa
rumah diseberang yang mewah bagaikan hotel dg asesori lampu2
jalan yg mahal dan beberapa buah mobil mewah, lalu ana bertanya pd supir DR
Hidayat : Rumah siapa saja yg diseberang itu? Maka jawabnya : Oh, itu rumah pak
Fulan dan pak Fulan Menteri dari beberapa partai besar.

Dalam hati ana berkata: AlhamduliLLAH bukan menteri PKS.
Saat pulang ana menyempatkan bertanya pd ustaz Hidayat:
Ustaz, apakah nomor HP antum masih yg dulu? Jawab beliau:

Na'am ya akhi, masih yg dulu, tafadhal antum SMS saja
ke ana, cuma afwan kalo jawabannya bisa beberapa hari
atau bahkan beberapa minggu, maklum SMS yang masuk tiap hari ratusan
ke ana.

Kembali airmata ana menetes. alangkah beratnya cobaan beliau & khidmah
beliau untuk ummat ini, benarlah nabi SAW yang bersabda bahwa orang
pertama yg dinaungi oleh ALLAH SWT di Hari
Kiamat nanti adalah Pemimpin yang Adil. Sambil berjalan pulang ana
berdoa : Ya ALLAH, semoga beliau dijadikan pemimpin yg adil & dipanjangkan umur
serta diberikan kemudahan dlm memimpin negara ini. Aaamiin ya RABB.

_________________________________________________________________


Ungkapkan opini Anda di:

http://mediacare.blogspot.com

http://indonesiana.multiply.com

No comments: