Friday, December 23, 2005

Membaca Kemenangan Hamas

From: "-MGR-" <indunisi@...>

Membaca Kemenangan Hamas

Kado milad ke-18 Harakah al-Muqawamah al-Islamiyah (Gerakan Perlawanan
Islam) atau yang lebih masyhur dengan singkatannya: Hamas, begitu
istimewa. Kemenangan mereka atas pemilu legislatif tingkat lokal
(kotamadya) yang berakhir pekan lalu. Dalam pemilu legislatif putaran
keempat mereka meraup suara mayoritas (al-jazeera 16/12). Mereka mampu
mengalahkan Faksi Fatah yang saat ini menguasai pemerintahan
Palestina. Hasil pemilu legislatif lokal ini memberi isyarat kuat,
Hamas memiliki peluang besar untuk memenangkan pemilu legislatif
tingkat pusat yang akan diadakan pada 25 Januari mendatang. Lebih dari
itu, kemenangan Hamas ini akan membawa dinamika baru dalam kebijakan
politik Palestina mendatang yang berimbas kuat pada kawasan Timur
Tengah dan dunia internasional.

Kelahiran Hamas tidak bisa dipisahkan dengan Ikhwanul Muslimin yang
telah mengakar kuat di Palestina sejak 60 tahun. Andil kelompok
Ikhwanul Muslimin ini sangat tampak pada peristiwa Perang 1948.
Demikian juga gerakan Fatah yang didirikan pada tahun 1957 lahir dari
kelompok Ikhwanul Muslimin ini. Pahlawan-pahlawan terkenal Palestina
seperti Khalil al-Wazir (Abu Jihad), Salah Khalaf (Abu Iyad), Salim
Za'nun, Muhammad Yusuf al-Najjar, dan lain-lain merupakan anggota
Ikhwanul Muslimin Palestina. Sedangkan almarhum Yasser Arafat (Abu
Amar) memiliki hubungan dekat dengan kelompok itu. Dalam perjalanan
sejarah, Fatah singkatan dari Harakah al-Tahrir al-Wathani
al-Falesthini (Gerakan Pembebasan Nasionalis Palestina) menempuh jalur
nasionalis yang menghimpun semua pejuang Palestina lintas agama. Sejak
faksi-faksi pejuang Palestina mendirikan PLO (Palestine Liberation
Organization) pada Mei 1964 faksi Fatah mendominasi. Demikian juga
ketika didirikan pemerintahan Palestina: PNA (Palestinian National
Authority) pasca Kesepakatan Oslo September 1993, melalui Yasser
Arafat, Fatah masih menguasai. Ketika Arafa mangkat tahun lalu,
Mahmoud Abbas yang berasal dari Fatah juga menggantikannya.

Sebab-sebab Kemenangan Hamas

Sedangkan Hamas baru berdiri 6 Desember 1997. Ada jarak sejarah yang
sangat jauh antara Hamas dan Fatah. Oleh karena itu, kemenangan Hamas
terhadap Fatah sangat menarik perhatian.. Ada beberapa sebab rasional
di balik kemenangan kelompok politik berbasis agama Islam itu.
Pertama, Hamas berhasil menciptaan heroisme Palestina dengan melakukan
perlawanan bersenjata, khususnya sejak intifadlah kedua (2000-2004).
Dalam catatan sejarah, sikap ini pernah ditempuh juga oleh Gerakan
Fatah sejak tahun 1965. Pada saat ini bagi rakyat Palestina, Hamas
mewarisi heroisme klasik Fatah itu. Sementara Fatah sibuk dengan
perpecahan intern tudingan korupsi dan pemerintahan yang kotor. Kedua,
dalam menjalankan misi politiknya, Hamas memanfaatkan kekuatan doktrin
agama. Strategi Hamas itu bukan hal yang aneh. Seluruh gerakan politik
berbasis keagamaan di seluruh negeri muslim berhasil menarik simpati
konstituennya dengan yel-yel agama tadi.

Ketiga, kehadiran ril Hamas di tengah-tengah rakyat Palestina dengan
pusat-pusat pelayanan publik. Hamas mendirikan organisasi-organisasi
sosial, pos-pos pelayanan kesehatan, lembaga zakat, balai pendidikan
dan hafalan Al-Quran, klub-klub remaja, mimbar-mimbar agama, dan
lain-lain. Dengan pelayanan sosial tadi, Hamas mampu membentuk dan
merawat pendukungnya. Keempat, sikap keras Israel terhadap
pemimpin-pemimpin Hamas mampu menarik simpati dan solidaritas rakyat
Palestina terhadap Hamas. Terbunuhnya pemimpin spiritual Hamas, Syekh
Ahmad Yasin pada tanggal 22 Maret 2004 dan Abd Aziz Rantisi-pengganti
Syekh Ahmad Yasin-pada tanggal 17 April 2004, mengingatkan rakyat
Palestina pada pahlawan legendaris mereka, Syekh Izzuddin al-Qassam,
Abd Qadir al-Husaini, Abu Jihad dan beberapa tokoh syahid lainnya.
Kelima, Hamas mampu menghadirkan pemahaman keagamaan yang "moderat"
dan menyentuh sanubari pendukungnya. Dalam pemilu legislatif lalu,
Hamas menampilkan caleg-caleg perempuan. Strategi ini dilakukan untuk
menepis tudingan bahwa Hamas merupakan kelompok ekstrim dan tertutup.

Namun, kemenangan Hamas ditanggapi dingin oleh dunia internasional.
Kongres Amerika Serikat justeru menolak partisipasi Hamas dalam pemilu
legislatif tingkat pusat pada Januari nanti. Kongres AS juga mengancam
akan menghentikan bantuan finansial pada Otoritas Palestina jika tidak
bisa melarang Hamas. Sikap yang sama akan ditempuh oleh Uni Eropa
dalam pernyataannya melalui Koordinator Kebijakan Luar Negeri Uni
Eropa Javier Solana. Sedangkan bagi pihak Israel melalui Menteri Luar
Negeri Israel Mark Regev kemenangan Hamas akan mengakhiri proses
perdamaian dengan Israel. Bagi mereka, Hamas adalah "kelompok teroris"
yang mengancam demokrasi dan perdamaian Timur Tengah.

Sedangkan bagi pemerintah Palestina, meskipun dikalahkan Hamas,
menolak sikap antipati AS dan Uni Eropa tersebut terhadap Hamas.
Melalui penyataan Penasehat Kepresidenan Palestina Nabil Abu Rudeinah
yang disampaikan pada televisi al-Jazeera (17/12) pemerintah Palestina
tidak bisa mengamini permintaan AS itu. Pemilu legislatif Palestina
pada Januari mendatang merupakan hak semua faksi dan golongan di
Palestina. Dan pemerintah Palestina sendiri tidak akan bisa menggelar
pemilu yang demokratis dan terbuka jika melarang satu faksi untuk ikut
serta.

Kemenangan Hamas ini memang akan membawa posisi yang dilematis dan
sulit bagi Palestina di dunia internasional. Meskipun Hamas telah
mengubah stratetik politik dalam negerinya dengan kesediaan mereka
ikut dalam lingkaran kekuasaan di pemerintahan Palestina yang selama
ini mereka jauhi. Sikap ini jelas-jelas menggembirakan bagi pemerintah
Palestina, karena selama ini, Hamas sebagai kekuatan di luar
pemerintah sering dituding mengganggu jalannya perundingan dengan
Israel. Acap kali setelah disepakai suatu perundingan antara
Israel-Palestina, Hamas berusaha menggagalkannya dengan menyerang
Israel. Sebagai kelompok non pemerintah, Otoritas Palestina tidak bisa
melakukan intervensi langsung terhadap kelompok Hamas. Demikian juga
dengan butir-butir syarat perundingan dari Israel yang salah satunya
adalah pelucutan senjata Hamas, merupakan hal yang mustahil dilakukan
oleh pemerintah Palestina.

Salah satu tokoh Hamas saat ini, Said Shiyam, menegaskan kesiapan
faksinya untuk memperkuat pemerintah Palestina, namun menurutnya,
tanpa harus menanggalkan aksi-aksi penyerangan terhadap Israel. Sikap
keras Hamas tadilah yang memicu reaksi-reaksi keras dari Amerika
Serikat, Uni Eropa dan Israel.

Langkah Maju

Namun menurut hemat saya, partisipasi Hamas dalam pemilu dan lingkaran
kekuasaan Palestina merupakan langkah maju dan sangat penting. Mungkin
saat ini, Hamas masih sulit menanggalkan aksi-aksi perlawanan senjata
itu. Namun, situasi itu akan berbeda jika Hamas benar-benar berada di
gelanggang politik. Mereka tidak akan bisa menghindar dari negoisasi
dan kompromi politik yang akan mempengaruhi alur kebijakan politik
mereka. Kita bisa bercermin dari gerakan Fatah sendiri dan juga
gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir yang awal-awalnya menggunakan
pendekatan senjata.

Meski demikian, perlawanan senjata Hamas tidak bisa dilihat secara
"benar-salah". Perlawan tersebut merupakan reaksi balasan terhadap
agresi militer Israel. Hamas selama ini juga dipuji karena tidak
memperluas konflik senjata di luar wilayah Israel dan Palestina. Tidak
seperti kelompok-kelompok politik lain yang menjelma menjadi
"hantu-hantu teroris" yang menebarkan ketakutan dan terlibat aksi-aksi
penyanderaan di mana-mana. Sikap keras pemerintah Palestina-termasuk
Fatah-terhadap Hamas tidak membuat kelompok ini membalas dendam. Hamas
sadar bahwa, pemerintah Palestina tidak berdaya di bawah tekanan
Israel dan dunia internasional. Untuk itu, Hamas melampiaskan
kemarahan mereka terhadap Israel yang menjadi sebab utama tekanan
tersebut pada pemerintah Palestina.

Namun kelompok ini tidak lepas dari kritikan bahkan kecaman keras atas
aksi-aksi bom bunuh diri yang diklaim sebagai aksi kesyahidan
(`amaliyah istisyhadiyah). Apalagi yang menjadi target sasaran adalah
orang-orang sipil, perempuan dan anak-anak di Israel. Doktrin agama
tidak bisa dijadikan sebagai tameng yang kuat atas aksi-aksi itu.
Dengan aksi-aksi tersebut, Hamas mudah dipojokkan dengan stigma
kelompok "teroris", "ekstrim" dan "radikal" yang merugikan perjuangan
mereka ke depan.

Kemenangan Hamas dalam Pemilu ini, merupakan langkah pertama
perjalanan panjang mereka mendatang. Masihkan kita melihat Hamas tahun
datang, seperti Hamas tahun ini? Wallahu A'lam [MGR]


No comments: