Monday, July 09, 2007

[www.peratuan.web.id] Persatuan dan Kemenangan

Pengajian Tauhid Wahdatul Ummah (143)

Persatuan dan Kemenangan

Oleh : KH. Agus Miftach
agus_miftach@yahoo.co.id

Assalamu’alaikum War. Wab.

Bismillahirrahmanirrahiem,


“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, Tidak ada Tuhan melainkan Dia. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”.(163) Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar dilaut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Allah hidupkan bumi sesudah mati ( kering)-nya, dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, serta pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kamu yang memikirkan.(164).

Kita akan membahas kedua ayat ini dengan pendekatan eklektik multiperspektif, baik dari perpspektif teologi, antropologi, historiografi maupun psikologi dll, secara holistis dan komprehensif, agar diperoleh pemahaman yang dalam dan hikmah yang setinggi-tingginya.


Jenderal (Purn) Agum Gumelar dan Ketua Umum FPN, K.H. Agus Miftach, tertawa cerah usai Dialog Kebangsaan ke I, 18 Januari 2007 y.l. di Jakarta dengan tajuk “Persatuan dan Kebangsaan”, yang diselenggarakan oleh Front Persatuan Nasional.

Pokok Bahasan.

Asbabun-nuzul ayat 163, adalah pertanyaan kaum paganis Mekah yang oleh para mufassir disebut sebagai orang-orang kafir, tentang sifat-sifat Tuhan, maka turunlah ayat ini, yang menerangkan prinsip-prinsip ideologis monoteis dengan prinsip-prinsip rahmaniyat dan rahimiyat (vide, Buku Spirit Islam ke I). Monoteisme Islam berporos pada peneguhan posisi Allah swt sebagai satu-satunya ilah, dengan menolak semua ilah yang lain.

Penegasan ini tampak pada kalimat,”Ilaahukum ilahun-wwahid(un)..”:”Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa..”. Ini berbeda dengan monoteisme Yahudi yang mengakui adanya ilah yang lain, tetapi Yahweh-lah yang tertinggi. Tentang prinsip rahmaniyat dan rahimiyat mengandung sisi implementatif yang bersifat adil, egaliter, individual dalam keseluruhan yang sejahtera.

Monoteisme Islam jauh berbeda dengan Trinitas Kristen yang secara antropologis merupakan sinkretisme proto ortodoks dengan paganisme Sol-Invectus (Dewa Matahari tak Tertandingi) rekayasa Constantine the Greath, Kaisar Romawi yang paganis, melalui Konsili Nicea th. 325 (vide, Buku Spirit Islam ke 5). Meskipun demikian Trinitas adalah system teologi yang sungguh berguna bagi para pemeluknya. Islam menghormati keragaman di dunia, dan memandangnya dari sudut ketauhidan yang rahmatan.

Setelah menerima penjelasan tentang sifat-sifat ke Esa-an dan ke Suci-an Tuhan, kamu paganis Mekah masih meminta bukti-bukti lainnya, seperti sikap paganis Yahudi terhadap Musa a.s. abad ke 13 SM. Said bin Mansur dalam Sunan-nya dan Faryabi dalam Tafsirnya serta Baihaqi dalam Syu’abul Iman dari Abu Dhuha, dikatakan,”Tatkala turun ayat ke 163 yang menerangkan ke Esa-an Tuhan, kaum paganis Mekah heran, ”Benarkah Tuhan Yang Satu untuk seluruh manusia ? Datangkanlah satu bukti kepada kami !” Maka turunlah ayat 164 yang menegaskan prinsip penciptaan dan mekanisme ekosistem yang di klaim oleh Islam sebagai bukti kekuasaan Allah Yang Maha Esa. Sebagian percaya dan sebagian yang lain tidak percaya. Tentang penciptaan alam, paganisme memiliki prinsip agnostic yang menjadi dasar ilmu fisika. Ini hal wajar, paganisme sudah berusia ribuan tahun, telah membentuk budaya dan peradaban yang menjadi habit dan custom yang menjadi disposisi psikologis masyarakat Arabia waktu itu. Sebuah perubahan nilai-nilai ideologis konsep ketauhidan yang dikemukakan Rasulullah saw adalah hal baru yang memerlukan waktu memahaminya. Dari posisi inilah titik konflik yang menandai lahirnya sebuah peradaban baru. Oposisi kebudayaan melahirkan pertikaian politik dan perang, menandai bergeraknya pendulum kearah perubahan sosial di Arabia dan di dunia pada abad-abad berikutnya. Seperti sudah banyak kita bahas, ideology ketauhidan dengan semua akulturasinya, ternyata mampu melahirkan perubahan-perubahan besar di jazirah Arabia dan dunia, melahirkan mainstream peradaban baru dengan lompatan kemajuan bertahun-tahun cahaya kedepan. Membelah kegelapan Eropa dan dunia, mengatasi mite-mite purba kedalam proses religi dan rasional membentuk sublimasi badaya baru umat manusia yang menjadi landasan peradaban modern dengan kreativitas yang tak terbatas dan menembus rahasia semesta alam seperti visi ayat 164.

Pada periode awal, dua sumber peradaban Semit yang lain, yaitu Yahudi dan Nasrani menerima baik kepemimpinan Islam di dunia, seperti kepemimpinan dunia Cordova atau al-Andalus dan Utsmaniyyah yang berkedudukan di Eropa. Namun perkembangan berikutnya, ketika terjadi kemunduran di dunia Islam, orang-orang Kristen Eropa Barat (kaum Frankia) mulai menyerang Islam, yang kemudian melahirkan Perang Salib I yang menandai awal kekuasaan Barat di Timur, yaitu penguasaan atas Yerusalem dan sekitarnya (vide,Pengajian ke 142). Tetapi tidak berlangsung lama, pada abad ke 12, panglima besar Islam Shalahuddin al Ayyubi berhasil membebaskan kembali Yerusalem.

Perang Salib II.

Setelah wafatnya Khalifah Fathimiyah al-Muntashir di Iskandarsyah, Mesir dan wafatnya Khalifah Abbasiyah al-Muqtadhi di Baghdad, Parsi, pada th. 1094, disusul pertikaian sektarian yang berlarut-larut di dunia Islam, kedudukan kaum Muslimin melemah. Setahun kemudian, tgl. 17 Nopember 1095 di Clermnont, Paus Urbanus II yang tengah terancam kedudukannya secara internal mengeluarkan maklumat kontroversial yang menyerukan agar umat Kristen angkat senjata membebaskan kota suci Yerusalem dari kaum Muslimin yang di disinformasikan sebagai penyembah berhala. Padahal tahta Vatikan adalah hasil sinkretisme dengan kaum penyembah berhala Sol Invectus (Dewa Matahari Tak Tertandingi). Seperti dalam Pengajian ke 142, agama kebencian yang mengobarkan konflik sektarianisme telah menimbulkan perpecahan dan melemahkan dunia Islam, Hal ini menjadi penyebab utama kekalahan kaum Muslimin pada Perang Salib I (1095-1109) ditandai jatuhnya Yerusalem ketangan Pasukan Salib I, tgl. 15 Juli 1099.


Yerusalem.

Kekalahan ini menyadarkan dunia Islam, bahwa ancaman Barat bisa melanda dunia Islam setiap saat, bila kaum Muslimin lemah. Namun demikian pengkhianatan masih berlangsung. Pada th 1115 pasukan gabungan dukungan Sultan Saljuk (Utsmaniyah) Muhammad yang menuju medan perang Danith di Syria justru dikalahkan oleh gabungan pasukan Tenara Salib dengan Tentara penguasa Muslim di Aleppo dan Damaskus. Ini sangat memalukan.

Namun upaya untuk merebut kembali kemenangan dan kepemimpinan tidak berhenti. Pada th. 1144 secara mengejutkan panglima Muslim Zengi berhasil merebut negara Tentara Salib Edessa. Ini merupakan tonggak awal kebangkitan kembali Muslimin di Timur Dekat. Namun pada th. 1146 Zengi mati terbunuh secara misterius. Sumber Barat menyebutkan Zengi dibunuh seorang budak. Zengi digantikan oleh putranya Nuruddin yang menggabungkan politik militer yang kuat dengan dakwah keagamaan untuk merebut hati kaum Muslimin. Nuruddin berhasil menyatukan Mesir dan Syria, kemudian mulai bergerak mengepung negara Tentara Salib Antiokhia. Pada saat itulah Vatikan mengeluarkan komando Perang Salib ke II (1147-1148) dengan panglima Conrad III, kaisar Jerman, dan Louis VII, raja Perancis. Tetapi mereka gagal merebut Edessa dan gagal mencegah meluasnya wilayah kekuasaan Sultan Nuruddin. Pada th.1154 Nuruddin menaklukkan Damaskus dan mengangkat dirinya sebagai penguasa tertinggi kaum Muslimin (Khalifah). Pada th. 1168-1169 Khalif Nuruddin mengirimkan pasukan jenderal Kurdi, Syirkuh, ke Mesir dan berhasil mengalahkan Tentara Salib di medan Mesir.

Pada bulan Maret 1169 jenderal Syirkuh meninggal dan digantikan oleh keponakannya panglima muda terpelajar Shalahuddin al Ayyubi. Dengan langkah-langkah politiknya yang kuat dan brilyan Shalahuddin mengakhiri kekuasaan Dinasti Fathimiyyah di Mesir th. 1171. Dengan ini Khalif Nuruddin berhasil meletakkan kembali fondasi penyatuan Muslimin dan menegaskan kembali legitimiasi satu-satunya khalifah Abbasiyah yang bermadzhab Sunni. Bahaya perpecahan antara Khalif Nuruddin dan Panglima Shalahuddin terselamatkan dengan wafatnya Nuruddin pada th. 1174. Tak dapat dibendung sebagai pemimpin politik dan militer yang terkuat Shalahuddin al Ayyudi yang


Panglima Besar Islam Shalahuddin al-Ayyubi (Saladin).
(Dari film Kingdom of Heaven),

kemudian terkenal dengan Saladin menggantikan Khalif Nuruddin. Mulailah era Saladin. Sepanjang 1174-1178 Sultan Saladin berusaha keras mempersatukan kekuatan Islam di Timur Dekat dan berhasil menciptakan front bersama di Mesir dan Syria untuk melawan Tentara Salib. Saladin-lah yang pertama menggagas peringatan Maulid Rasulullah saw dalam rangka menggalang kekuatan kaum Muslimin untuk melawan Tentara Salib. Dengan kecakapan politik, dakwah dan militer akhirnya Saladin benar-benar berhasil mempersatukan kaum Muslimin dan menggalang kekuatan terbesar yang utuh bersatu, sebuah prestasi yang menyamai Khalif Umar ibn Khaththab ketika membebaskan Yerusalem pada pertengahan abad ke 7. Pada th. 1187 panglima besar Muslim, Shalahuddin al Ayyubi menyerbu Tentara Salib yang dipimpin


Raja Guy dari Lusignan.

Raja Guy dari Lusignan di medan perang terbesar, Hattin yang legendaris itu. Pada tgl. 4 Juli 1187 Shalahuddin al-Ayyubi dan pasukannya berhasil memenangkan peperangan terbesar itu dengan gemilang. Dalam perjalanan pasukannya dari Hattin ke Yerusalem Saladin menerima penyerahan wilayah-wilayah negara Tentara Salib tanpa pertempuran. Pada tgl. 2 Oktober 1187 Shalahuddin al Ayyubi berhasil merebut kembali kota suci Yerusalem setelah memenangkan pertempuran terakhir melawan penguasa Kristen Godfrey of Boullion Jr. Setelah itu seluruh Palestina dan wilayah seputar Timur Dekat menyatakan takluk dibawah pemerintahan Saladin. Hanya Tirus yang sengaja dibiarkan oleh Saladin menjadi sisa wilayah yang masih di huni Tentara Salib. Ini adalah bagian dari penghormatan Saladin yang terkenal berahlak mulia itu kepada musuh, disamping itu Tirus dinilai tidak begitu strategis. Godfrey de Bouillon Jr, penguasa Tentara Salib di Yerusalem yang terakhir beserta seluruh keluarga dan umat Kristen yang menyerah, seluruhnya tanpa kecuali diberi


Pasukan Saladin mengepung dan menggempur benteng Yerusalem dengan tembakan meriam (Kingdom of Heaven). Berakhir dengan penyerahan damai Yerusalem, pada tgl. 2 Oktober 1187.

kebebasan oleh Saladin untuk meninggalkan Yerusalem dengan damai dengan jaminan diri dan keluarganya. Saladin menyertakan putrinya dalam rombongan Godfrey hingga diluar kota, untuk menjamin pembebasan itu. Inilah akhlak Saladin, kemenangan Tauhid yang gemilang. Shalahuddin seperti namanya adalah seorang yang tafaqquh fiddien (religius). Ia berhasil mengembalikan kehormatan dan kejayaan Islam pada tempat yang semestinya. Inilah akhir gemilang dari Perang Salib ke II. Kaum Muslimin dan kaum Yahudi di seluruh dunia menyambut kemenangan ini dengan suka cita yang besar. Saladin memanggil kembali Bani Israil di seluruh dunia ke Yerusalem untuk hidup berdampingan secara damai dengan kaum Muslimin seperti yang biasa terjadi di pusat-pusat kekuasan Islam seperti di Cordova dan Istambul. Saladin juga memberikan kebebasan bagi kaum Nasrani untuk menjalankan peribadatan di Yerusalem. Bani Israil menyamakan Saladin sebagai Cyrus Agung, kaisar Parsi akhir abad ke 6 SM yang mensponsori pembangunan kembali Baitul Maqdis setelah dihancurkan kaisar Babilonia Nebukadnezar pada awal abad ke 6 SM.

Indonesia.

Republik Indonesia adalah negara modern berpenduduk Muslim terbesar. Namun seperti halnya Turki modern, Indonesia menganut system sekuler. Pancasila yang berbentuk sublimasi budaya nasional ditetapkan sebagai ideology negara yang menjamin kebebasan, kesetaraan dan keadilan sosial, yang pelaksanaannya compang camping. State-System ditentukan dalam UUD yang dibuat oleh Partai-partai Politik yang menang Pemilu. Sekilas system politik Indonesia cukup ideal. Tetapi kalau kita masuk semakin dalam akan terasa, betapa rentannya negara besar ini. Hampir seluruh system dikontrol asing. Mulai dari ekonomi, politik hingga hal-hal yang lebih teknis tidak sepi dari campur tangan asing. Yang lebih parah lagi merebaknya budaya kleptokrasi disemua level birokrasi, baik pemerintah maupun swasta. Moralitas elite dan masyarakat sangat rendah, menjadikan tidak jelasnya semua ukuran. Ajaran agama yang berkembang bercorak sektarian tradisional dan ortodoks yang dangkal dengan intelektualitas dan puritanisme yang tidak tentu arah. Melemahnya pertumbuhan ekonomi (5,5 %), dan meningkatkannya kemiskinan hingga mendekati angka 50 %, dengan jumlah pengangguran mendekati 20 % dan peningkatan jumlah penduduk juga mendekati angka 2 %, telah menempatkan negara ini ditepi kekacauan sosial. Pemerintah yang lemah, autis, dengan moral dan kemampuan yang rendah, rasanya negara ini diujung malapetaka oleh karena kebodohannya sendiri. Kita pernah memiliki pemimpin pemimpin yang punya kualitas tinggi, tetapi kini kita tidak memiliki seorangpun yang pantas memimpin bangsa Muslim terbesar di dunia ini. Banyak orang-orang yang ada di pucuk pemerintahan sekarang ini menderita penyakit Schizophrenia, yang tidak mampu melihat kebenaran obyektif, tetapi hanya kebenaran autistis yang neurosis. Kita memerlukan pemimpin dengan kepribadian, moral dan komitmen seperti Shalahuddin al Ayyubi dari Yerusalem. Sekian, terima kasih.

Birrahmatillahi wabi’aunihi fi Sabilih.
Wassalamu’alaikum War. Wab.

Jakarta, 6 Juli 2007.
Pengasuh,

KH. AGUS MIFTACH
Ketua Umum Front Persatuan Nasional.

No comments: