Monday, July 23, 2007

Mengaplikasikan Sifat Al-Mu'min Allah swt. Diperlukan Karakteristik Seseorang Yang Beriman


Hudhur atba. masih melanjutkan topik Asma Ilahi Al-Mu'min atau Yang Maha Melimpahkan Keamanan pada khotbah jumat yang beliau sampaikan melalui siaran satelit Muslim Television Ahmadiyya (MTA) dari Mesjid Baitul Futuh London, minggu lalu (13/7). Pada khotbah kali ini, Hudhur menguraikan beberapa karakteristik yang harus dipenuhi oleh seorang mukmin atau yang beriman menurut Alquran Surah ke-2 Al-Baqarah ayat 4 dan 5 (QS 2:4-5). Ayat-ayat tersebut berbicara mengenai dasar-dasar keimanan—yaitu beriman kepada kebenaran meski hal itu masih gaib, mendirikan salat, pembelanjaan sebagian hal-hal yang telah Allah swt. rezekikan, keyakinan masalah wahyu dan kehidupan hal-hal yang akan datang.

Berkenaan dengan beriman kepada yang gaib, Hudhur atba. mengartikannya dengan keyakinan terhadap wujud Allah swt.. Demikian pula, beriman kepada hal-hal yang masih gaib meliputi dengan kepercayaan adanya para malaikat, kehidupan sesudah mati dan lain-lain. Seseorang harus berpegang teguh kepada ajaran tersebut sekokoh mungkin. Karena, keimanan inilah yang mampu meraih keridaan Allah swt., Dia dapat mengetahui keadaan setiap hati manusia di setiap situasi dan kondisi.

Seseorang yang mendirikan salat, lanjut Hudhur atba., merupakan salah satu ciri khas seorang yang beriman. Ia akan bekerja keras untuk itu dan berusaha terus-menerus konsentrasi penuh menghadap Allah swt.. Bagi beberapa orang, ada yang sulit untuk bangun salat Subuh. Tapi, mereka harus berusaha keras mendirikan salat ini begitu mereka bangun. Tidak mendirikan salat pada waktunya, akan menggerakkan beberapa bentuk penyesalan mendalam pada hati. Atau kemungkinan besar, mereka akan merasa malu nantinya mendirikan salat dibanding waktu yang ditetapkannya sebelum anggota-aggota rumah tangga lain, dan besar kemungkinan ini akan mendorong mereka berusaha bangun tepat waktu. Demikian halnya, sering terjadi bahwa orang-orang yang bekerja tidak peduli mendirikan salat Zuhur dan Asar. Surah ke-70 Al-Ma’ârij ayat 24 (QS 70:24) melukiskan bahwa pribadi seorang mukmin adalah orang yang tetap menjaga dan mengingatkan diri dalam mendirikan salat. Sehingga, salatnya lebih berharga dari hal apa pun di dunia.

Pada Surah ke-4 An-Nisâ' ayat 104 menyebutkan bahwa seorang mukmin adalah orang yang mendirikan salatnya dengan tepat waktu. Di samping itu, orang yang mendirikan salat berarti juga mengerjakan salat dengan penuh konsentrasi dan berjamaah. Makna lain dari mendirikan salat—sebagaimana yang Surah Al-Ma’ârij ayat 35 dan Surah ke-6 Al-An’âm ayat 35 sebutkan—adalah orang yang memelihara dan menjaga salatnya. Meski begitu, ia harus memotivasi orang lain untuk mendirikan salat juga dengan penuh cinta kasih dan sayang.

Beranjak kepada ayat “Wa mimmâ razaqnâhum yunfiqûn” di awal-awal ayat QS Al-Baqarah, Hudhur atba. bersabda bahwa memaknainya tidak hanya sekedar membelanjakan di jalan Allah swt. begitu saja, tapi lebih kepada membantu saudara-saudara maupun karib kerabat kita. Hal-hal ‘yang telah direzekikan Allah swt.’ itu tak hanya sebatas pada harta kekayaan berupa uang saja. Tapi, kemampuan maupun bakat yang telah Allah swt. anugerahkan kepada kita, harus kita infakkan di jalan-Nya. Hal tersebut bisa berupa pengkhidmatan tanpa pamrih kepada sesama manusia yang dapat menimbulkan ikatan cinta kasih, persaudaraan, persatuan dan kesatuan.

Jika konsep cinta kasih tersebut diterapkan pada tatanan masyarakat yang lebih luas sebagai bentuk pemenuhan atas perintah-perintah Allah swt., maka akan menjadi model kehidupan sosial yang maju dan ideal. Hudhur atba. menyontohkan, antara lain pada hubungan suami isteri, anak dan orang tua, kehidupan bertetangga, hubungan si kaya dan miskin, dan seterusnya.

Mengenai infak harta, Hudhur atba. menyebutkan bahwa Jemaat menjadi saksi atas pengorbanan harta para Ahmadi di seluruh dunia. Pada Juni yang lalu terlihat, ketika tahun anggaran keuangan jemaat akan berakhir, setiap jemaat lokal tidak hanya ada yang berusaha mencapai anggaran penerimaan-nya, namun ada yang telah jauh melampaui target. Hal ini terjadi di Jemaat Karachi, Pakistan, meski di sana mengalami berbagai ujian berat dengan banyaknya bencana alam. Namun ajaibnya, target tersebut telah tercapai. Ini menunjukkan betapa Allah swt. menurunkan bantuan-Nya kepada para warga jemaat yang saleh, dan ini semakin memperkuat keimanan kita.

Hudhur atba. bersabda bahwa seorang mukmin adalah seorang yang memegang kuat keimanannya terhadap ajaran-ajaran yang Allah swt. turunkan kepada Hadhrat Nabi Besar Muhammad—Rasulullah saw. sebagai Khataman Nabiyyin dengan Alquran sebagai kitab syariat terakhir.

Seorang mukmin adalah orang yang harus mempercayai kebenaran semua nabi yang diturunkan Allah swt. sebelum Hadhrat Rasulullah saw. diutus. Sebagaimana yang tercantum pula di Surah ke-35 Al-Fâthir ayat 25, Allah swt. telah mengirimkan nabi sebagai pembawa kabar suka kepada setiap bangsa meski tidak semuanya disebut oleh Alquran.

Hudhur atba. menambahkan bahwa seorang mukmin adalah orang meyakini teguh tentang kehidupan ‘yang akan datang’. Mengutip dari Tafsir Kabir yang disusun Hadhrat Khalifatul Masih II r.a., kehidupan ‘yang akan datang’ merupakan keyakinan adanya lagi seorang nabi sesudah Hadhrat Rasulullah saw., dan keyakinan adanya Hari Pembalasan. Menjelaskan makna ‘yang akan datang’, Pendiri Suci Jemaat Islam Ahmadiyah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad—Imam Mahdi dan Masih Mau’ud (Almasih Yang Dijanjikan) a.s. bersabda bahwa hal tersebut merupakan wahyu-wahyu yang akan senantiasa turun terus-menerus.

Ke poin berikutnya, merujuk QS Al-Baqarah ayat 166, Hudhur bersabda bahwa seorang mukmin harus meletakkan kecintaan Allah swt. jauh di atas segalanya. Seluruh hidupnya harus menggantungkan diri pada keberadaan Allah swt.. Semuanya bakal bermakna jika memiliki kecintaan kepada Allah swt.. Wujud suci Hadhrat Rasulullah saw. merupakan contoh sempurna tentang kecintaannya kepada Allah swt.. Sehingga, para penentang beliau pun mengakuinya. Untuk meraih cinta ini, seseorang harus senantiasa kembali atau rujuk atau tobat kepada Allah, dan berdoa khusyuk kepada-Nya.

Makna lain dari orang yang beriman sebagaimana yang termaktub di Surah ke-8 Al-Anfâl ayat 3, adalah sorang yang tatkala nama Allah disebut, maka hatinya akan bergetar. Seorang mukmin harus mengamalkan perintah-perintah Allah swt. guna meraih kedekatan dengan-Nya. Selamanya, ia harus memperhatikan tentang kedudukannya di pandangan Allah swt. dan senantiasa bekerja keras dalam rangka meningkatkan keimanannya.

Hudhur atba. menekankan bahwa seorang mukmin adalah orang yang taat. Hal ini Alquran lukiskan dalam Surah ke-24 An-Nûr ayat 52. Ketaatan tak hanya cukup dengan di lisan saja. Ketaatan akan memiliki makna jika ajaran tersebut teraplikasikan dengan amalan nyata. Seorang mukmin harus taat terhadap instruksi Hadhrat Khalifah dan menghormati Nizam Khilafat. Dia harus sepenuh hati menerima keputusan yang telah berlaku tanpa adanya pembangkangan dan perselisihan, meski keputusannya itu bertentangan dengan ego. Meskipun keputusan itu tidak ia sukai, dia tidak boleh mencurigai motif apa yang terdapat dalam diri sang pengambil keputusan. Ia harus mencegah kemungkinan adanya konflik interes dengan cara menghindari pembahasan yang berpeluang ke arah terjadinya gibat. Jika sebuah keputusan keliru terjadi terhadap seseorang yang tidak bersalah dan polos, seseorang yang beriman harus mematuhinya. Dengan cara ini, pertolongan Allah swt. akan datang kepada orang-orang tersebut.

Seseorang yang beriman adalah yang takut atau cinta kepada Allah dan berusaha keras meningkatkan keimanannya. Seorang mukmin adalah orang yang senantiasa sibuk dalam kerja dan ibadahnya demi memperoleh kedekatan Allah swt.. Dengan petunjuk-petunjuk Hudhur atba. tersebut, setiap pribadi harus berperan aktif sepenuhnya dalam persatuan dan kesatuan Jemaat. Hubungan dengan Allah swt. meningkatkan diri dan menjadi sumber dalam memperoleh limpahan ganjaran rohani.

Semoga Allah swt. memperkenankan setiap warga Muslim Ahmadi meraih anugerah-Nya sebagaimana yang telah dijanjikan-Nya. Semoga Allah swt. menganugerahkan kita kemampuan dalam mengembangkan cinta kepada-Nya dan mengaplikasikan asma Ilahi Al-Mu'min tersebut demi keridaan-Nya. Semoga Allah swt. menyelimuti kita dengan ganjaran yang berlimpah-limpah melalui kasih sayang-Nya. Amin.[] (Alislam.org/ASh/LB)

No comments: