Monday, October 08, 2007

Tercapainya Qurub dan Magfirah Ilahi di Bulan suci Ramadan, Membawa Pengabulan Doa-doa







“DAN apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepada engkau tentang Aku, [katakanlah], sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan doa orang yang memohon apabila ia berdoa kepada-Ku. Maka, hendaklah mereka menyambut seruan-Ku dan beriman kepada-Ku supaya mereka mendapat petunjuk.”

Itulah ayat ke-187 dari Surah Al-Baqarah (QS 2: 187) yang Imam Jemaat Islam Ahmadiyah Sedunia Sayyidina Amirul Mukminin Hadhrat Mirza Masroor Ahmad Khalifatul Masih V atba. sampaikan dalam khotbah jumat yang disiarkan Muslim Television Ahmadiyya (MTA) melalui satelit-satelitnya di Mesjid Baitul Futuh Morden, Inggris pada Jumat (28/9) minggu lalu. Bahasan khotbah kali itu, masih melanjutkan keutamaan bulan suci Ramadan, sebagai bulan menuju teraihnya kedekatan atau qurub dan pengampunan atau magfirah Ilahi.


Dalam sebuah hadis qudsi yang Hudhur atba. kutip, memberikan pelajaran bagi kita tentang besarnya kerugian seseorang yang melewati Ramadan tanpa meraih pengampunan atas setiap dosa, kekhilafan dan kelemahannya tanpa bangun di tengah malam pada bulan suci tersebut.


Selama Ramadan, Allah swt. menganugerahkan kedudukan khusus bagi orang-orang yang mencari qurub dan magfirah-Nya. Meski Allah swt. bersifat Maha Mendengar atas setiap doa tulus yang dipersembahkan hamba-hamba-Nya terus-menerus, tapi saat Ramadan ini, lebih dari yang biasanya.


Di sela-sela sepuluh malam terakhir Ramadan, sebagaimana yang Hadhrat Nabi Besar Muhammad Mustafa—Rasulullah saw. terangkan, terdapat malam Lailatul Qadar. Yaitu, malam yang lebih baik dari pada seribu bulan.


Keberkatan dan ketinggian malam itu, berada pada malam-malam di sepuluh hari terakhir Ramadan sebagai malam dan hari di mana Allah swt. menjauhkan kita dari siksa api neraka. Sedangkan pada dua sepuluh terakhir, merupakan hari dan malam kasih sayang serta magfirah Allah swt. turun.


Pada Lailatul Qadar itu, akan menjadi malam dikabulkannya doa-doa jika kita mau fokus mencari di sela-sela kesepuluh malam tersebut. Kita harus berusaha dan fokus mencari kasih sayang dan magfirah Allah swt., mencari akhirat dan membersihkan diri dari kekotoran dunia, sebagai bukti bahwa Allah swt. itu dekat. Karena itu, pengabulan doa memiliki syarat-syaratnya.


Mengomentari ayat Alquran di atas, Sang Pendiri Jemaat Ahmadiyah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad—Imam Mahdi dan Almasih Yang Dijanjikan (Masih Mau’ud) a.s.. menulis bahwa Allah swt. membedakan antara orang-orang yang beriman dan yang tidak. Bagi orang-orang yang beriman, mereka akan mengalami kedekatan dengan-Nya. Allah swt. mendengarkan dan mengabulkan doa mereka, tapi tidak demikian dengan orang-orang yang tak beriman. Karena itu, kita harus memperkuat keimanan pada diri kita.


Melangkah pada syarat-syarat terkabulnya doa, sebagaimana yang dipaparkan Hadhrat Masih Mau’ud a.s. dalam buku Barâkatu'd-Du’â, Hudhur atba. bersabda bahwa syarat pertama adalah: Kita harus memiliki keyakinan yang sempurna lagi teguh tentang keberadaan Allah swt.. Dengan Kerabubiyatan-Nya, hanya Dia-lah sang Pemilik dan Penguasa seluruh alam semesta ini dan yang menyediakan bagi setiap ciptaan-Nya. Pada Zat-Nya-lah berhimpun segala kwalitas.


Tidak hanya keyakinan kepada Tuhan saja, tapi—pada syarat berikutnya—kita harus menyempurnakan iman dan hasrat kita dalam mencari serta bersatu dengan iradah-Nya, dengan cara menanam ketakwaan dan ketauhidan, kesucian hati, atau sebagaimana yang Hadhrat Masih Mau’ud a.s. lukiskan sehingga “Menyebabkan Tuhan berbicara kepada seseorang.”


Syarat selanjutnya, dengan kita mengimani bahwa seluruh Nabi berasal dari Allah swt., maka syarat ‘keberimanan terhadap Hadhrat Rasulullah saw.’ adalah mutlak dalam terkabulnya doa. Ayat QS s:187 di atas sudah mengindikasikan hal tersebut. Karenanya, qurub Ilahi kita akan memiliki makna bila kita menyempurnakan keimanan kita terhadap Hadhrat Rasulullah saw.. Beriman terhadap beliau saw., berarti percaya pula terhadap nubuwatan-nubuwatan beliau sekaligus penggenapan-penggenapannya dalam menerima kebenaran dan khadim sejati beliau Hadhrat Masih Mau’ud a.s.. Beriman terhadap Hadhrat Masih Mau’ud a.s. merupakan pula syarat mutlak dalam terkabulnya suatu doa.


Syarat keempat yaitu, bahwa niat doa kita kepada Allah swt. adalah dalam rangka meraih rida-Nya. Allah swt. berfirman bahwa ketika seseorang memohonkan kedekatan dengan-Nya, maka ia akan menemukan betapa Tuhan begitu dekat dengannya.


Hudhur atba. bersabda, alangkah egois dan timpangnya jika suatu permohonan doa hanya berbobot duniawi saja. Bila seseorang menginginkan respon Tuhan, maka dalam setiap amal perbuatan, ia harus menjadi perwujudan atas perintah-perintah yang Allah swt. firmankan.


Syarat kelima adalah agar kita berusaha keras menghindar diri dari segala dosa, kekhilafan dan kelemahan manusiawi kita. Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda bahwa ketika seseorang menyesali dan bertobat, maka kemilau cahaya akan terbentuk bila Allah swt. memanggilnya datang dan membebaskannya dari segala dosa, kekhilafan maupun kelemahan manusiawinya. Yang terdasar dan terpenting dari seorang pendoa adalah kesucian hati dan menghindar diri dari setiap dosa, kekhilafan maupun kelemahan manusiawinya. Sekali saja doa tersebut memperoleh pengabulan dan seseorang itu benar-benar suci di mata Allah swt., maka bahkan ia tidak butuh berdoa untuk setiap kebutuhan dan keinginan karena sudah bagian dari rencana Tuhan.


Syarat berikutnya adalah menempatkan keimanan lebih tinggi daripada hal-hal duniawi. Hudhur atba. bersabda, ini selaras dengan bagian Janji Khuddam dan juga Syarat-syarat Baiat kepada Hadhrat Masih Mau’ud a.s.. Hudhur atba. bersabda, seseorang harus sadar bahwa dirinya adalah seorang muslim yang telah menerima khaddim Hadhrat Rasulullah saw. yang benar dan sejati. Ia harus berhati-hati, agar tidak melakukan kelalaian dan kekhilafan yang mampu membawa noda buruk bagi keimanan. Ditambahkan Hudhur atba., seseorang harus berkorban guna memikul dan menjunjung tinggi keimanannya.


Pada syarat ketujuh adalah agar kita harus selalu memperbaiki diri dalam hal kerohanian dan menyempurnakan dalam mengerjakan amal-amal saleh nyata. Sarana menuju kemajuan rohani adalah tidak terbatas bagi orang yang beriman dan bagi orang beramal yang berniat meraih kemajuan rohani. Melalui hal tersebutlah, proses pengabulan doa semakin meningkat.


Yang kedelapan, dalam berdoa, kita harus mengerti akan hukum-hukum Allah swt.. Ini penting menaati perintah-perintah-Nya sebagai pemenuhan hak-hak kemanusiaan. Jika tidak, doa-doa tersebut tidak dijamian kemakbulannya. Di sini, Hudhur atba. mencontohkan para petapa maupun orang-orang sufi di Pakistan sekarang. Sebaliknya, mereka mengamalkan hal-hal di luar ajaran Islam.


Di syarat pengabulan doa yang kesembilan, kita harus selalu sadar bahwa jangan hanya berdoa dan mengingat Allah swt. di saat-saat sedang susah maupun sempit, tapi di saat hati dan keadaan yang baik ataupun lapang.


Kesepuluh, kita harus menghindari kebosanan, jangan pernah lelah untuk berdoa. Dalam berdoa, kita harus tabah dan sabar. Ketabahan dan kesabaran ini, merupakan citi sebuah jemaat Ilahi. Dan bagi para Muslim Ahmadi di Pakistan maupun di berbagai negeri yang sedang mengalami kezaliman, Hudhur atba. mengamanatkan agar kita jangan khawatir. Pertolongan Allah swt. yang diiringi dengan kasih dan sayang-Nya, pasti akan datang, lebih dari yang sebelumnya. Hudhur atba. menghimbau agar kita memanfaatkan momentum Ramadan ini untuk berdoa sekhusyuk-khusyuknya.


Syarat kesebelas, agar meraih standar tinggi dalam berdoa, maka doa yang kita penjatkan harus penuh dengan kerawanan, kegelisahan dan mengiba hati.


Bulan Ramadan adalah kondisi di mana badan menjadi panas karena lapar dan haus, dan kondisi di mana hati menjadi bersemangat dalam beribadah. Selama Ramadan, Hudhur atba. berpesan agar kita memperhatikan hak-hak kemanusiaan. Alquran sendiri ketika pertama kali diturunkan pada bulan Ramadan, mengajarkan dan berbicara mengenai hablu'm-mina'l-Lâh dan hablu'm-mina'n-Nâs.


Pada diri Hadhrat Rasulullah saw. sendiri, di saat Ramadan, beliau menjadi lebih dermawan dari biasanya—bagaikan hembusan angin terkuat namun lebih kuat dari biasanya.


Hudhur atba. berdoa, semoga Allah swt. memperkenankan kita, meningkatkan standar-standarnya yang tinggi dalam beribadah selama bulan Ramadan. Semoga peningkatan rohani kita menyebabkan banyaknya pengabulan doa di Hari Akhir nanti. Semoga kita menjadi saksi ketika berkibarnya panji-panji Islam dan Ahmadiyah di seluruh belahan dunia. Amin.


Selanjutnya, Hudhur atba. mengumumkan kejadian memilukan yang menimpa dan menyebabkan syahidnya dua doktor Ahmadi kita di kota Karachi, Pakistan, beberapa minggu yang lalu. Mereka adalah Almarhum Dr. Hameedullah Syahid dan Almarhum Prof. Dr. Sheikh Mubasher Ahmad.


Almarhum Hameedullah syahid pada tanggal 20 September lalu. Beliau diculik saat pulang menuju rumah dari klinik yang beliau dirikan, lalu ditembak dengan senjata api. Jenazahnya ditemukan dua hari kemudian. Hudhur atba. bersabda, Almarhum Hameedullah adalah seorang Ahmadi yang mendarmabaktikan hidupnya untuk Jemaat sejak Kekhalifahan Hadhrat Khalifatul Masih III r.h.. Beliau pernah bertugas di Afrika Barat bertahun-tahun lamanya, antara lain di Gambia, Ghana, Siera Leon, Liberia dan lain-lain. Sempat menjabat sebagai pengurus Sekretaris Tabligh pada sebuah jemaat lokal.


Sedangkan Prof. Dr. Sheikh Mubasher Ahmad, syahid pada tanggal 26 September lalu. Kejadiannya hampir mirip dan disyahidkan di luar klinik beliau. Ketika beliau sedang berjalan dari rumah menuju ke tempat prakteknya, ada dua orang berdiri di luar. Dua orang tersebut membunuhnya. Beliau sempat dibawa ke klinic tetapi nyawanya tidak dapat diselamatkan dan kemudian syahid. Keponakannya pernah pula disyahidkan pada tempat yang sama setahun yang lalu. Almarhum Sheikh Mubasher adalah salah seorang dekan dari sebuah akademi perawatan. Beliau seorang pekerja social yang amat berbakti pada masyarakat.


Hudhur berdoa semoga Allah swt. menempatkan para syahid di surga dan memberikan para keluarga yang ditinggalkannya berupa kesabaran dan ketabahan. Dan usai salat Jumat, Hudhur atba. bertindak sebagai imam dalam Salat Jenazah Gaib untuk kedua syuhada.[] (ALISLAM.ORG/A. SHAHEEN)


No comments: