Thursday, January 05, 2006

Intelejen dan Islam Radikal

From: He-Man
Date: Dec 26, 2005 4:47 AM
Subject: [pluralitas-icrp] Intelejen dan Islam Radikal


Intelejen dan Islam Radikal

oleh : He-Man*


Setelah Soeharto memperoleh kekuasaan ia dihadapkan pada
kondisi ideologi Nasakom hasil binaan rezim lama masih kuat
dan masih dianggap sebagai sebuah ancaman besar bagi rezim
Karena itulah rezim orba kemudian mengeluarkan kebijakan
ideologis untuk menanganinya.Kebijakan ideologis dan politis
pada masa awal orba yang itempuh adalah menghancurkan
kaum komunis , menekan kaum nasionalis, dan mencegah
naiknya kekuatan islam.

Setelah kekuatan komunis ditumpas habis ,maka kekuatan kaum
nasionalis seperti PNI dilumpuhkan dengan menempatkan Hadisubeno
menyingkirkan Hardi yang kritis pada pemerintah.Motor utama untuk
melaksanakan kebijakan ideologis orba ini diserahkan kepada
aparat intelejen

Dan setelah berhasil menuntaskan kebijakan terhadap kaum komunis
dan nasionalis.Maka target selanjutnya diarahkan pada kelompok Islam.
Kebijakan terhadap kelompok Islam terbilang unik dibandingkan dengan
kebijakan terhadap kelompok komunis dan nasionalis.Walaupun tergabung
dalam Nasakom tapi kelompok Islam memiliki peran dan jasa besar dalam
menghancurkan kekuatan komunis dan meruntuhkan rezim Soekarno
selain karena kenyataan bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah
penganut agama Islam.

Karena itu pemerintah memilih jalan yang lebih hati-hati untuk menghadapi
kekuatan islam ini.Untuk mencegah naiknya kekuatan Islam maka pemerintah
harus memiliki alasan dulu untuk menekankannya.Dan kemudian intelejen
sebagai perpanjangan tangan pemerintah untuk melaksanakan ini kemudian
memilih untuk menggunakan tangan kaum radikal Islam .

Kelompok radikal walaupun memang berbahaya tapi justru membuatnya
menjadi sangat mudah dikendalikan.Psikologi kaum radikal adalah psikologi
orang marah, seperti yang diketahui orang marah sangat kehilangan daya
nalar kritis dan akal sehatnya , sehingga bila mereka liar akan sangat tidak
terkontrol sebaliknya juga mereka menjadi sangat mudah dihasut dan
dibohongi sehingga menjadikannya sebagai pion yang sangat ideal karena
akan mengikuti apa saja kemauan penyuruhnya sekaligus bisa dikorbankan
dengan sangat mudah.

Dan inilah yang sangat disadari oleh Ali Moertopo sehingga ia kemudian
merekrut para mantan anggota DI/TII yang sedang dibina oleh Kodam
Siliwangi.Aksinya ini ditolak oleh Kepala Bakin pada masa itu Jenderal
Sutopo Juwono juga petinggi Bakin lainnya seperti Jendral Nicklany
(yang kemudian akhirnya di dubeskan) , akan tetapi Ali Moertopo tetap
pada pendiriannya dengan tetap membawa para mantan DI/TII ini ke Jakarta .

Beberapa pentolan DI/TII yang dibawa antara lain putra dari Kartosuwiryo
yaitu Dodo Muhammad Darda dan Tahmid Rahmad Basuki , Adah Djaelani
Tirtapraja (Ma'had Al Zaitun) , Rahmat Basuki (tersangka pengeboman BCA) ,
Amir Fatah , H Ismail Pranoto (Komando Jihad) , Danu Muhammad Hasan ,
Helmy Aminuddin (Gerakan Tarbiyah) , Najamuddin (wolya) dll.


Tebar , Pancing dan Jaring

Karena tidak memperoleh dukungan dari para petinggi Bakin, Ali Moertopo
pun membawa para mantan DI/TII ini dibawah pembinaan Opsus.Mereka
kemudian mendapatkan fasilitas dan dukungan finansial yang sangat besar
sehingga menimbulkan kemarahan sejumlah perwira ABRI pada masa itu
terutama dari kalangan Siliwangi yang merasa berjasa menangkap mereka
dengan susah payah bahkan bertaruh dengan nyawa.

Tapi berkat kedekatan Ali Moertopo pada Soeharto pada masa itu maka
protes-protes itu berhasil diredam.Sejumlah perwira yang menentang proyek
itu pun dengan segera dimutasi dan disingkirkan.

Ali Moertopo kemudian membina mereka dengan pelatihan-pelatihan intelejen,
seperti pembentukan jaringan , teknik perekrutan anggota , penyamaran ,
pembuatan propaganda , operasi cuci otak , teknik teror dan intimidasi
dan lain sebagainya (ini yang menjelaskan kenapa kelompok radikal sangat
ahli dalam melakukan ini semua).

Setelah dibina mereka pun diterjunkan ke tengah masyarakat untuk menerapkan
ilmunya.Dan peritiwa-peristiwa teror pun terjadi , pemboman BCA , penyerbuan
kantor polisi di Cicendo , Wolya , Lampung , Borobudur dll, dimana semua
peristiwa ini dilakukan oleh para mantan DI/TII binaan opsus.

Dan aparat pun menangkapi mereka lagi bahkan sebagiannya juga dikorbankan
dengan dibunuh.Tapi setelah tertangkap mereka kemudian dilepas lagi untuk
melakukan aksi-aksi lainnya.Berkat peristiwa-peristiwa itu pemerintah
mendapat
legimitasi untuk menekan kelompok-kelompok Islam.Sejumlah aktivis masjid
di Bandung ditangkapi bahkan organisasi remaja masjid di masjid Istiqamah
pun
dibubarkan dengan tuduhan terlibat peristiwa Cicendo dan Wolya yang
dilakukan oleh jamaah Imron yang diprovokasi oleh Najamuddin, sejumlah
kyai NU di Jawa Timur ditangkapi bahkan dilenyapkan dengan tuduhan terlibat
Komando Jihad yang dikomandani oleh Haji Ismail Pranoto binaan Opsus.
Keterlibatan intelejen dalam kasus-kasus tersebut semakin kentara ketika
dalam kasus persidangan Danu Mohammad Hassan misalnya, ia mengaku
sebagai orang Bakin. "Saya bukan pedagang atau petani, saya pembantu Bakin."
Belakangan Danu mati secara misterius, tak lebih dari 24 jam setelah ia
keluar penjara, dan konon ia mati diracun (Lihat Tempo, 24 Desember 1983)

Intelejen pun bergerak lebih jauh lagi untuk memprovokasi sejumlah kelompok
melakukan perlawanan yang dengan segera ditumpas dengan kejam oleh
militer.Bahkan kemudian para da'i harus mempunyai surat izin untuk
berceramah
dan semua kegiatan dakwah harus dilaporkan dulu kepada aparat dengan
alasan mencegah penyebaran paham radikal.Lalu pemerintah pun menetapkan
kebijakan asas tunggal Pancasila dengan alasan untuk menekan penyebaran
ideologi-ideologi yang menyimpang.

Sejumlah kelompok Islam yang menentang segera dibekukan, HMI pun
kemudian terpecah menjadi dua dengan munculnya HMI MPO yang menolak
asas tunggal, Pelajar Islam Indonesia (PII) , BKPRMI dan beberapa ormas
islam lain dibubarkan.Pemerintah juga mendirikan sejumlah organisasi islam
baru pendukung asas tunggal yang rata-rata dibawah binaan Golkar.Dengan
demikian semua kekuatan oposisi pemerintah dari kelompok Islam berhasil
dilumpuhkan dengan metode tebar , pancing jaringhasil rekayasa Ali Moertopo.

Strategi Pecah Belah dan Kuasai

Paska turunnya L.B Moerdani strategi intelejen dalam menghadapi kekuatan
Islam pun berubah.Teknik tebar , pancing , jaring ala Ali Moertopo mulai
ditinggalkan karena justru malahan menambah instabilitas.Strategi yang
kemudian dilakukan intelejen kemudian lebih soft bahkan dibuat seolah-olah
pemerintah mendukung kekuatan Islam.

Pada masa itu gerakan-gerakan alternatif di luar ormas-ormas islam dan
kepemudaan islam mulai marak.Sejumlah organisasi remaja masjid tumbuh
pesat di masjid-masjid raya juga masjid-masjid kampus.Sebagian kalangan
aktivis muda mulai mengubah konsep dakwah mereka menjadi dakwah
kultural dan berusaha membaurkan diri dengan masyarakat.

Dan ini dianggap pemerintah sebagai sebuah ancaman baru .Salah satu point
penting untuk menunjang kekuasaan rezim Soeharto adalah memastikan semua
organisasi yang ada dan hidup di Indonesia berada dalam cengkraman dan
kendali pemerintah.Bukan saja organisasi keagamaan atau politik tapi juga
organisasi profesi seperti IDI atau organisasi para hobbies seperti RAPI pun
dibawah kendali pemerintah dimana para pimpinannya tidak bisa naik kalau
tidak mendapat 'restu' dari pemerintah.

Akan tetapi organisasi-organisasi remaja masjid juga majlis-majlis taklim
yang tumbuh pada masa itu tidak demikian.Organisasi-organisasi itu
bersifat indenpenden dengan struktur organisasi yang cair.Akan tetapi
pertumbuhan anggotanya sangat luar biasa..

Karena itulah semua organisasi dakwah "liar" itu harus segera dikontrol.
Pendekatan awal pemerintah adalah berusaha menyatukan semua organisasi
dakwah tersebut dalam sebuah organisasi atau perhimpunan formal
dimana kemudian pemerintah bisa mengontrol melalui organisasi tersebut.
Dan pemerintah pun merestui organisasi tersebut bahkan memfasilitasinya
dengan menempatkan organisasi-organisasi tersebut untuk berkantor di
masjid negara Istiqlal. Akan tetapi eksperimen ini gagal, para aktivis yang
berusaha menjaga jarak dengan pemerintah menolak mengikuti gagasan
tersebut.

Akan tetap iintelejen kemudian memiliki pemikiran lain.Kekuatan dari
kelompok-kelompok dakwah tersebut harus dan bisa dimamfaatkan
untuk kepentingan rezim akan tetapi mereka harus dikebiri kekuatan
untuk melumpuhkan potensi ancamannya..

Bagi kalangan intelejen bila tidak mampu menundukkan sebuah kekuatan/
kelompok maka kekuatan/kelompok itu harus dimamfaatkan.Sumber
ancaman terbesar dari organisasi dakwah kultural itu adalah karena
mereka membaur dengan masyarakat sehingga di masa depan dapat
berpotensi menjadikan mereka sebagai kekuatan massa yang kuat.
Kebijakan 'massa mengambang' adalah doktrin utama ideologi orba
untuk mencegah sebuah kelompok terlalu dekat dengan masyarakat,
semua kelompok harus berada dalam 'kotaknya' masing-masing.

Maka Bakin pun memamfaatkan kembali para orang-orang binaan
opsus Ali Moertopo seperti Helmy Aminuddin yang merupakan putra
dari Danu Muhammad Hasan.Dengan dukungan dana yang luar biasa
kemudian dikembangkanlah kelompok radikal baru bernama Jamaah
Tarbiyah yang ide dasarnya dari ideologi Ikhwanul Muslimin sebuah
kelompok radikal asal Mesir.

Dan dimulai sejak Soeripto mantan kepala staff Bakin diangkat menjadi
Ketua Tim Penanganan Masalah Khusus Kemahasiswaan DIKTI/Depdikbud
pada tahun 1986, gerakan tarbiyah pun mulai bergerak dibawah binaan
dan pengawasan intelejen.Dengan pembinaan dengan metode cuci otak
maka secara instan kader-kader kelompok ini bisa dicetak dengan cepat.
Untuk menunjang penyebaran ideologinya maka diterbitkanlah majalah
Sabili pada tahun 1987 kemudian juga penerbitan Gema Insani Press yang
menyebarluaskan paham radikal ini melalui media dan penerbitan buku
buku ideologis dengan harga yang sangat murah padahal dengan mutu cetakan
yang cukup mewah karena mendapat subsidi.Majalah Sabili sendiri beredar
secara luas walaupun tidak dilengkapi dengan SIUPP dan dijual dengan
harga hanya 600 rupiah padahal dengan mutu kertas yang bagus plus nyaris
tanpa iklan.

Tujuan utama pembentukan kelompok ini oleh intelejen adalah menghancurkan
dan melumpuhkan semua kelompok dakwah pemuda dan remaja masjid
yang tidak berada dalam kontrol pemerintah lalu menyatukan semuanya
dalam satu kelompok besar yang bisa dikendalikan aparat intelejen.Selain itu
juga jama'ah tarbiyah juga diberi peran untuk memutus mata rantai hubungan
kelompok-kelompok aktivis masjid dengan masyarakat juga dengan ormas
islam lain.

Dan para aktivis dakwah masjid yang terbiasa dengan pola musyawarah
dan penyeimbangan kekuatan tiba-tiba dikejutkan oleh aksi-aksi pengambil
alihan khas intelejen dilakukan oleh aktivis jamaah taribyah seperti
mobilisasi
massa , black propaganda , penculikan aktivis , teror dan intimidasi dll .

Dan ketika berhasil mengambil alih kekuasaan kelompok ini kemudian
langsung melakukan aksi-aksi pembersihan dan penyeragaman.Seluruh
aktivis yang tidak mengikuti kelompok mereka disingkirkan.Semua
aktivitas dakwah yang berhubungan dengan masyarakat luas dihentikan
demikian juga semua bentuk hubungan dengan organisasi dakwah lain
dibekukan.Aktivitas masjid hanya diarahkan untuk pembinaan internal
demi mencetak sebanyak-banyaknya kader militan dan radikal di masjid.
Kelompok-kelompok diskusi dibubarkan dan metode pengkaderan
digantikan dengan indoktrinisasi.

Sebuah aktivitas yang melibatkan partisipasi masyarakat luar dihentikan.
Pembinaan pada kalangan luar masjid seperti kalangan remaja akhirnya
menjadi hanya lembar sejarah lama.Hubungan silaturahmi dengan organisasi
dakwah lain yang tidak 'sefikrah' dihentikan total.

Aktivis masjid pun seketika itu menjadi sebuah komunitas yang asing
bagi masyarakat.Isu-isu kemasyarakatan tidak lagi menjadi perhatian.
Isu masalah jenggot pun menjadi sangat pentingnya sampai akhirnya
menggusur isu mengenai kenakalan remaja , isu jilbab menjadi agenda
yang menjadi prioritas utama mengalahkan isu penyalahgunaan narkoba.

Dalam hal hubungan dengan organisasi dakwah lain pun sontak mencapai
titik terendah.Kajian jamaah tarbiyah yang disebarkan kepada anggotanya
mengenai kelompok dakwah lain diarahkan untuk memberi citra negatif
yang dipenuhi prasangka dan kecurigaan serta paham kebencian.

Maka dengan menggunakan tangan kelompok radikal akhirnya kekuatan
aktivis masjid pun dilumpuhkan total.Ketakutan utama pemerintah pada
kelompok aktivis dakwah masjid pada sebenarnya adalah kemampuan
mereka untuk membaur di masyarakat serta kemampuan menjalin hubungan
dengan organisasi dakwah lain.Dengan dilumpuhkannya kekuatan utama
kelompok dakwah masjid ini maka aktivis dakwah masjid tidak lagi
dianggap sebagai ancaman , maka tindakan represi terhadap kelompok
ini pun dilonggarkan.Ketika sebuah masjid jatuh ke tangan radikal maka
intelejen pun menghentikan operasi-operasi pengawasan yang ketat pada
mereka.Itulah sebabnya aktivitas jama'ah tarbiyah tidak pernah mendapat
gangguan dari aparat pada masa itu walaupun mereka menyebar paham
radikal.Dengan dikuasainya masjid-masjid oleh kelompok radikal maka
peristiwa pendudukan gedung DPR RI oleh massa pemuda islam seperti
pada waktu penolakan UU Perkawinan pun tidak perlu dikuatirkan lagi.

Ketaatan yang kuat di kalangan jama'ah tarbiyah dan kelompok radikal
islam lainnya pada pucuk pimpinannya memudahkan pemerintah untuk
mengawasi dan mengendalikan kelompok-kelompok ini, karena dengan
cukup memegang kepalanya saja maka seluruh anggotanya akan tunduk
dan patuh.Paham eksklusif kelompok radikal menjadi penentu sukses
penggunaan metode "pecah belah dan kuasai" kelompok-kelompok Islam
dan memotong 'sayap' mereka sehingga tidak bisa lagi 'terbang' sehingga
aktivis islam bagi pemerintah hanyalah sekelompok unggas saja.

Karena itulah kelompok radikal Islam Indonesia memiliki ciri khas yang
lain dari kelompok radikal islam di negara-negara lain terutama dalam
hal hubungan mereka dengan miiliter dan intelejen.Kelompok-kelompok
radikal islam timur tengah misalnya selalu berada dalam posisi vis a vis
dengan militer dan intelejen.Sementara kelompok radikal Islam Indonesia
justru sebaliknya , mereka justru bermesraan dengan militer dan intelejen.
Ditempatkannya mantan kepala staff Bakin menjadi pucuk pimpinan PKS
sebuah partai yang didirikan jamaah tarbiyah dan kecenderungan pemihakan
pada kandidat presiden dari militer memperlihatkan dengan jelas siapa
sebenarnya mereka.Tapi sungguh disayangkan para pion ini tidak pernah
sadar bahwa dirinya cuma pion.



* Penulis adalah mantan Sekretaris II Badan Komunikasi Pemuda
Remaja Masjid Indonesia Wilayah Jawa Barat (2000-2003) dan
moderator mailing list wanita-muslimah@yahoogroups.com

No comments: